Indonesia ingin mendorong bahwa 5 Poin Konsensus dapat diimplementasikan oleh pemegang kekuasaan saat ini walaupun cara mereka mengambil kekuasaan (di Myanmar)

Jakarta (ANTARA) - Pertemuan khusus para menteri luar negeri ASEAN pada Kamis (27-10) untuk membahas proses perdamaian di Myanmar akan berlangsung secara tertutup di Sekretariat ASEAN, Jakarta, menurut pernyataan seorang pejabat Kementerian Luar Negeri RI pada Rabu.

"Para Menlu ASEAN mulai tiba di Jakarta hari ini (Rabu, 26/10). Menlu ASEAN akan bahas perkembangan di Myanmar besok (Kamis, 27-10). Tempatnya di ASEAN Secretariat ... Pertemuan tertutup," demikian disampaikan Direktur Informasi dan Media Kemlu RI Hartyo Harkomoyo dalam pesan singkat.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mengundang perwakilan nonpolitik Myanmar untuk menghadiri pertemuan ASEAN pada Kamis, tetapi pemerintah militer Myanmar sejauh ini belum menerima tawaran itu.

Menlu Retno juga mengatakan bahwa pertemuan para menlu ASEAN itu bukanlah suatu bentuk intervensi terhadap Myanmar, melainkan "sebuah cerminan kepedulian ASEAN terhadap salah satu anggotanya".

ASEAN telah lama memiliki kebijakan non-intervensi dalam urusan kedaulatan negara anggotanya, tetapi beberapa negara telah menyerukan agar blok regional tersebut lebih berani dalam mengambil tindakan terhadap junta Myanmar.

Pembicaraan antara para Menlu ASEAN di Sekretariat ASEAN di Jakarta akan mencakup tentang pelaksanaan 5 poin "konsensus" perdamaian yang disepakati antara para pemimpin ASEAN dengan penguasa militer Myanmar pada 2021, yang dibuat untuk mencoba mengakhiri konflik di negara itu, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja Chum Sounry kepada Reuters.

Kelima poin konsensus yang disepakati Myanmar dengan para pemimpin ASEAN adalah pengakhiran segera kekerasan di Myanmar, dialog antara semua pihak terkait, penunjukan utusan khusus, penyaluran bantuan kemanusiaan oleh ASEAN untuk Myanmar, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak.

Myanmar telah terjebak dalam siklus kekerasan sejak kelompok militer negara itu menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.

Junta Myanmar menahan Suu Kyi dan ribuan aktivis serta melancarkan tindakan kekerasan berdarah terhadap aksi protes dan perbedaan pendapat di negara itu.

Untuk itu, pertemuan para Menlu ASEAN di Jakarta pada Kamis (27/10) akan berusaha untuk menghasilkan rekomendasi tentang cara untuk mendorong proses perdamaian di Myanmar menjelang KTT ASEAN pada November, kata Kamboja yang merupakan ketua ASEAN tahun ini, seperti dikutip dari Reuters.

ASEAN, di mana Myanmar adalah salah satu anggotanya, telah memimpin upaya perdamaian di negara itu. Namun, beberapa negara anggota ASEAN menjadi semakin jengkel dengan kurangnya kemajuan pelaksanaan 5 poin konsensus perdamaian oleh junta, yang mencakup keterlibatan dengan lawan politik dan penghentian permusuhan di Myanmar.

Pada September, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan bahwa ASEAN perlu memutuskan pada November apakah konsensus perdamaian itu masih relevan atau tidak.

Pernyataan serupa pun telah disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi.

Menlu Retno dalam wawancara khusus dengan ANTARA pada Kamis (13-10) mengatakan bahwa Indonesia akan terus menekankan kepada pihak junta Myanmar bahwa 5 Poin Konsensus merupakan sebuah panduan yang menjadi tolok ukur untuk kemajuan pemulihan kondisi di Myanmar.

"Indonesia ingin mendorong bahwa 5 Poin Konsensus dapat diimplementasikan oleh pemegang kekuasaan saat ini walaupun cara mereka mengambil kekuasaan (di Myanmar) itu bukan sesuatu yang bisa kita terima," ucapnya.

"Jadi kita ingin melihat adanya komitmen untuk implementasi 5 Poin Konsensus oleh Junta Myanmar, dan bila tidak ada implementasi, saya kira sudah saatnya bagi ASEAN untuk mulai memutuskan langkah berikutnya terhadap Myanmar," ujar Menlu Retno.

Peningkatan Kekerasan
Kamboja selaku Ketua ASEAN tahun ini menyampaikan bahwa ASEAN sangat prihatin dan khawatir dengan peningkatan kekerasan di Myanmar dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan segera menghentikan pertempuran

Beberapa minggu terakhir di Myanmar telah diwarnai dengan sejumlah insiden paling berdarah, dengan puluhan korban tewas.

Kamboja, dalam sebuah pernyataan selaku Ketua ASEAN, mengutip tentang peristiwa pemboman penjara terbesar Myanmar, konflik di Negara Bagian Karen dan serangan udara di Negara Bagian Kachin pada Minggu, yang dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 50 orang.

"Kami sangat sedih dengan meningkatnya jumlah korban dan penderitaan besar yang dialami warga biasa di Myanmar," kata pernyataan Kamboja itu.

Konflik itu tidak hanya memperburuk situasi kemanusiaan di Myanmar tetapi juga merusak upaya untuk menerapkan "konsensus" perdamaian yang disepakati antara ASEAN dan junta pada 2021, kata pernyataan itu.

"Oleh karena itu, kami sangat mendesak pengekangan sepenuhnya dan penghentian segera tindak kekerasan," kata Kamboja dalam pernyataan itu, yang juga menyerukan agar semua pihak segera berdialog.

ASEAN selama ini telah memimpin upaya diplomatik untuk membangun kembali perdamaian di Myanmar, tetapi pihak junta tidak berbuat banyak untuk menerapkan "konsensus" ASEAN, yang berisi komitmen untuk segera menghentikan kekerasan dan memulai dialog menuju kesepakatan damai.

Sekelompok berisi 457 organisasi masyarakat sipil Myanmar telah menyerukan dalam sebuah surat terbuka bagi para pemimpin ASEAN untuk membatalkan rencana perdamaian yang disepakati dengan junta militer, dan sebagai gantinya bekerja sama dengan para pemimpin sipil dan pemerintah bayangan Myanmar.

"Para menteri (ASEAN) harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan konsensus lima poin itu ... apakah akan membiarkannya apa adanya dan berharap yang terbaik, atau menambahkan tindakan yang lebih kuat," kata Khin Zaw Win dari Tampadipa Institute, sebuah wadah pemikir (thin tank) independen Myanmar.

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022