London (ANTARA) - Militer Myanmar membela serangan udara terhadap sebuah pertunjukan musik yang digelar pasukan minoritas etnik dan menewaskan 50 warga sipil.
Militer mengeklaim pasukannya merespons penyergapan dan serangan lain yang dilakukan oleh Kachin Independence Army (KIA) dan kelompok-kelompok bersenjata. Mereka menyebut tindakan itu telah memenuhi aturan keterlibatan internasional.
"Sebagai pasukan keamanan, mereka bertanggung jawab untuk memerangi pemberontak, yang penting bagi stabilitas dan perdamaian regional," kata militer dalam pernyataan yang diunggah di situs web mereka.
Pernyataan itu muncul setelah lawan-lawan politik menuding junta mengincar warga sipil dan melakukan kejahatan perang.
Serangan udara pada Minggu malam di Negara Bagian Kachin, Myanmar Utara, itu menewaskan sedikitnya 50 warga sipil, termasuk penyanyi dan pejabat KIA, kata media mengutip sejumlah saksi mata yang mengatakan bahwa serangan itu dilakukan dengan tiga pesawat.
KIA telah berjuang untuk mendapatkan otonomi lebih besar bagi warga Kachin selama enam dekade.
Kelompok itu mendukung penentangan terhadap kekuasaan militer pascakudeta tahun lalu, ketika para jenderal menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin peraih Nobel, Aung San Suu Kyi.
Pemerintah bayangan Persatuan Nasional (NUG), yang mayoritas berisi loyalis Suu Kyi, menuding militer menarget warga sipil.
Mereka meminta PBB dan masyarakat internasional untuk melakukan intervensi dan menghentikan "kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukan junta."
"Kami membutuhkan aksi nyata dan dukungan segera dari masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban junta," kata Dr Sasa, juru bicara NUG, yang dibentuk oleh para penentang junta pascakudeta, lewat pernyataan.
Serangan itu terjadi di kawasan A Nang Pa, Kota Hpakant, dan menewaskan sedikitnya 50 orang, menurut layanan BBC berbahasa Burma.
Sedangkan Kachin News Group melaporkan korban tewas mencapai sekitar 80 orang dan korban luka 100 orang.
Militer menggambarkan laporan tersebut sebagai "rumor". Mereka tidak memberikan perkiraan jumlah korban tewas, tetapi mengatakan hanya anggota KIA dan "teroris" yang tewas.
Reuters belum dapat memverifikasi angka tersebut secara independen.
Menurut KIA, serangan itu menargetkan perayaan ke-62 pembentukan sayap politik mereka. Mereka mengatakan bahwa serangan itu harus dianggap sebagai kejahatan perang.
Myanmar terjebak dalam lingkaran kekerasan sejak militer melengserkan pemerintahan Suu Kyi. Gerakan oposisi, yang beberapa di antaranya bersenjata, bermunculan di seluruh negeri.
Negara-negara Asia Tenggara memimpin upaya untuk membawa perdamaian ke Myanmar, namun junta tidak melakukan banyak respons terhadap "konsensus" damai yang disepakati tahun lalu bersama blok regional ASEAN.
Para menteri luar negeri ASEAN dijadwalkan akan menggelar pertemuan untuk membahas krisis itu pada Kamis.
Sebanyak 457 organisasi masyarakat sipil Myanmar lewat sebuah surat terbuka meminta pemimpin ASEAN untuk membatalkan "konsensus" lima poin dan sebagai gantinya, bekerja sama dengan para pemimpin sipil dan NUG.
Sumber: Reuters
Baca juga: ASEAN khawatirkan meningkatnya kekerasan di Myanmar
Baca juga: Paket berisi bom meledak di penjara Myanmar, delapan orang tewas
Baca juga: Menlu: Isu Myanmar masih menjadi tantangan internal ASEAN tahun depan
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022