Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kebidanan dan kandungan R. Muharam mengatakan tuba falopi atau saluran antara indung telur dan rahim yang tersumbat menjadi indikasi perlu dilakukannya proses bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF).

“Untuk wanita biasanya dilihat ada sumbatan enggak, karena adanya kehamilan harus ada komunikasi antara sperma dan difasilitasi oleh tuba falopi, kalau tubanya mampet dua-duanya itu indikasi,” katanya dalam diskusi mengenai tips sukses bayi tabung yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Muharam mengatakan gangguan kesuburan akibat endometriosis atau penebalan dinding rahim dan Sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovarian syndrome (PCOS) menjadi faktor indikasi diperlukannya proses bayi tabung untuk rencana kehamilan.

Baca juga: Dokter: perbaiki gaya hidup agar proses bayi tabung optimal

“Endometriosis mengganggu pembentukan sel telurnya dan sekitar rahim. Ada juga PCOS yang sekarang cukup ramai, karena masalah metabolik, apakah itu masalah di insulinnya atau PCOSnya tidak mempan obat-obatan, mau enggak mau kita lakukan dengan IVF,” ucap Muharam.

Muharam mengatakan masalah gangguan kesuburan tidak hanya dialami oleh wanita, tetapi terhadap laki-laki juga perlu di evaluasi, seperti adanya azoospermia atau kurangnya jumlah sperma yang bisa dilihat dari proses di laboratorium.

“Yang pria, biasanya untuk sperma yang di bawah lima juta per mili itu harus bayi tabung, kalau misalnya di bawah satu juta kita lakukan injeksi. Untuk yang azoospermia kita lihat juga nanti ada yang absolut Azo yang masih ada spermanya, kemudian di dokter androloginya akan melihat DNA-nya ada sperma atau tidak,” ucapnya.

Selain faktor dari pria dan wanita, ada juga yang disebut faktor unexplained infertility atau infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun ketika melakukan observasi tidak ditemukan gangguan kesuburan.

Konsultan fertilitas, endokrinologi dan reproduksi ini menjelaskan program bayi tabung membutuhkan waktu minimal 17 hari sampai satu bulan, terhitung dari konsultasi, stimulasi ovarium sampai evaluasi jika semua proses sudah berjalan baik.

Baca juga: Hal yang perlu disiapkan sebelum jalani program bayi tabung

“Biasanya sih programnya itu minimal sekitar 17 hari diawali dengan konsultasi dilihat dari segala sistemnya, endometriumnya, kalau ada ovulasi dilihat ketebalannya jangan sampai terlalu tipis, apakah ada polip atau endometriosis gangguan infeksi rahimnya,” paparnya.

Pada proses penyuntikan stimulasi ovarium dilakukan saat hari kedua menstruasi, dan disarankan sampai hari ke 12 menstruasi pasangan suami istri tidak banyak melakukan aktivitas sampai bisa diambil sel telurnya setelah mencapai diameter yang diinginkan, yaitu 12 milimeter sampai 20 milimeter.

“Kalau diameternya sudah 20 milimeter, kemudian hormonnya menunjang biasanya kita ambil sel telur dua hari kemudian atau 36 jam dari penyuntikan. Di situ harus pas enggak boleh telat, kalau telat sel telurnya bisa pecah. Kita harus fix 36 jam,” jelasnya.

Lebih lanjut, Muharam menjelaskan jika sel telur yang dihasilkan bagus, enam jam kemudian disemai dengan sperma selama lima hingga enam hari untuk pembentukan embrio. Selama menunggu proses ini diharapkan baik suami maupun istri bisa berdiam di rumah, karena dikhawatirkan terserang virus yang bisa menghambat proses penanaman embrio.

Baca juga: Dokter: Banyaknya sel telur berpeluang dapatkan embrio berkualitas

Baca juga: Pentingnya menilai cadangan ovarium untuk program bayi tabung

“Penunjangnya setelah transfer embrio kalau bisa bedrest di rumah saja enggak usah kemana-mana selama 10 hari. Sampai pengumumannya 14 hari sejak transfer embrio, jadi prosesnya kurang lebih sebulan,” ucap Muharam.

Dukungan dari masing-masing pasangan sangat dibutuhkan dalam proses bayi tabung ini, karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit, serta perlu menjaga kondisi psikologis agar tidak terjadi stres selama proses bayi tabung.

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022