Padang Aro (ANTARA) - Kedua mata Fatih memerhatikan wajah-wajah asing yang duduk di depannya. Beberapa kali bocah 10 bulan itu mengalihkan pandangannya ke satu dua wajah para tamu yang sedang berbicara dengan nenek, kakek dan ibunya.

Di hadapan bocah laki-laki itu, ada dua bungkus susu formula, multivitamin, dan telur. Makanan dan minuman bergizi itu merupakan bantuan dari pegawai Dinas Kominfo Solok Selatan yang diserahkan langsung oleh kepala Dinas Kominfo Solok Selatan, Firdaus Firman pada Jumat (14/10/2022).

Muhammad Al-Fatih, anak pasangan Mira Santika (22) dan Adi Susanto (35), warga Koto Tinggi, Kecamatan Sangir, mengalami pertumbuhan badan yang lambat sehingga tidak sama dengan pertumbuhan anak normal seusianya.

Menurut tim pakar Satgas Stunting Sumbar, berat badan Fatih berada pada posisi - 2 sehingga dikategorikan stunting. Fatih merupakan satu dari sekian kasus stunting di daerah pemekaran dari Kabupaten Solok ini.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi kasus stunting di Solok Selatan sebesar 24,5 persen, lebih tinggi dari prevalensi kasus stunting Provinsi Sumatera Barat yang berada di angka 23,4 persen.

Ada dua kecamatan di daerah itu yang menjadi sorotan karena sudah berada di zona merah prevalensi stunting, yaitu Sungai Pagu dan Sangir.

Pemkab Solok Selatan optimistis bisa menurunkan angka prevalensi stunting hingga di bawah 14 persen seperti amanat Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dimana target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen pada 2024.

Amanat tersebut sejalan dengan Penurunan angka dengan agenda Pemkab Solok Selatan untuk membangun sumber daya manusia yang berkarakter serta produktif dan kompetitif. Untuk mewujudkan agenda tersebut maka harus diupayakan dengan pemenuhan gizi masyarakat.

Satgas Stunting Sumbar di Solok Selatan, Venny Gustiara Tanjung menjelaskan stunting merupakan dampak dari kekurangan gizi dalam proses yang cukup panjang di 1.000 hari pertama kehidupan dan infeksi yang berulang. Stunting, bukan hanya ukuran tumbuh anak yang pendek dari anak normal seusianya, tapi juga kecerdasan yang kurang.

Stunting tidak hanya dipengaruhi dari segi kesehatan, tetapi juga bisa dari lingkungan. Peran kesehatan lingkungan, seperti sumber air minum, sanitasi, dan pengelolaan sampah dalam mengurangi stunting anak sangat penting. Menurut hasil penelitian bahwa faktor lingkungan terbukti berhubungan dengan stunting sebagai penyebab tidak langsung.

Seperti contoh seorang bayi yang telah mendapat imunisasi, makan makanan yang sehat dan mendapat bio penambah darah, namun jika sanitasi kotor itu masih sangat berpengaruh terhadap tumbung kembangnya, karena rentang infeksi dan terkena bakteri dari lingkungan yang kurang sehat tersebut.

Anak-anak yang mengalami stunting, katanya sebagian besar berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi. Sehingga butuh kolaborasi, baik pemerintah, swasta, masyarakat untuk penanggulangannya.

Bentuk TPPS

Pemerintah Kabupaten Solok Selatan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang beranggotakan berbagai stakeholder mulai dari perangkat daerah terkait, kecamatan, nagari, dan juga bekerja sama dengan Kementerian Agama setempat.

Bupati Solok Selatan Khairunas mengatakan bahwa penanganan stunting harus dilakukan sejak dini, mulai dari pendataan, pemantauan ibu hamil, pemberian asupan gizi keluarga, kesehatan reproduksi remaja, dan sosialisasi pola hidup sehat.

TPPS bertugas melakukan pendampingan keluarga yang dilakukan oleh masing-masing jorong dengan berbagai kegiatan yang disiapkan oleh Dinas Kesehatan dan organisasi wanita.

Bersamaan dengan pembentukan tim ini, Solok Selatan juga menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat untuk penanggulangan stunting Rp2,5 miliar.

Solok Selatan mencoba menurunkan angka prevalensi stunting hingga di bawah 14 persen atau di bawah target nasional sesuai dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting dimana target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen pada 2024.

Penurunan angka stunting sejalan dengan agenda Pemkab Solok Selatan untuk membangun sumber daya manusia yang berkarakter serta produktif dan kompetitif. Dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul dibutuhkan persiapan, salah satunya mengenai masalah stunting.

Bapak asuh stunting

Penanggulangan dan pencegahan kasus stunting, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun perlu kolaborasi banyak pihak untuk melahirkan generasi penerus yang sehat. Salah satu keterlibatannya bisa melalui bapak asuh stunting.

Pola bapak asuh ini jalur yang diambil Dinas Komunikasi dan Informatika Solok Selatan sebagai bentuk peran dan empati organisasi perangkat daerah (OPD) dalam penanggulangan kasus stunting daerah itu.

Kepala Diskominfo Solok Selatan, Firdaus Firman, mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan OPD terkait dan Satgas Penanggulangan Stunting Sumbar di Solok Selatan bahwa perlu intervensi dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi anak yang mengalami stunting setiap bulan.

Diskominfo Solok Selatan, mengambil peran di antaranya dengan memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan gizi Muhammad Al-Fatih yang dilakukan setiap bulan.

Penuntasan kasus stunting merupakan tanggung jawab semua pihak. Selama ini pemerintah telah bekerja, Baznas setempat sudah memberikan bantuan.

Langkah yang diambil Dinas Komunikasi dan Informatika Solok Selatan diharapkan menjadi virus yang bisa menular kepada ASN, OPD, swasta dan masyarakat untuk ikut mengambil peran dalam menuntaskan kasus stunting.

Selain pemenuhan gizi bantuan bisa juga berupa sarana sanitasi, seperti jamban juga harus menjadi perhatian. Lingkungan yang sehat sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Karena perilaku hidup bersih dan sehat sangat berpengaruh dalam menuntaskan kasus stunting.

Dengan semakin meratanya bantuan disertai pendampingan yang intensif dari berbagai pihak, baik melalui TPPS, pola bapak asuh, ataupun pola sejenisnya, diharapkan penanganan stunting di Kabupaten Solok Selatan bisa dituntaskan.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022