Pontianak (ANTARA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluruskan pemahaman yang salah terkait sekolah penggerak yang diasumsikan sebagai sekolah favorit, padahal yang dimaksud adalah sekolah yang membangun paradigma baru dalam pembelajaran.
"Menjadi Sekolah Penggerak bukan suatu hal yang mudah karena membutuhkan keberanian dalam menghadapi kerumitan dan tantangan. Untuk itu kami mengapresiasi para Kepala Sekolah Penggerak karena telah menerapkan sejumlah program Merdeka Belajar yang butuh usaha ekstra," kata Nadiem saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Sanggau, Selasa.
Untuk itu, Nadiem menyampaikan terima kasih kepada para Kepala Sekolah Penggerak yang telah mampu menggerakkan warga sekolah untuk bersama-sama mengimplementasikan paradigma baru di sekolahnya.
"Saya ucapkan apresiasi, terima kasih kepada bapak ibu kepala sekolah yang telah menjadi garda terdepan perubahan. Terima kasih bapak ibu sudah berani meluncurkan paradigma baru dalam pembelajaran," tuturnya.
Baca juga: Nadiem evaluasi pelaksanaan Program Sekolah Penggerak di Pontianak
Baca juga: Kemendikbudristek buka Pendidikan Guru Penggerak angkatan tujuh
Menurutnya, paradigma Sekolah Penggerak sebagai sekolah favorit adalah kesalahan persepsi. "Kami memilih Sekolah Penggerak bukan berdasarkan bagusnya sekolah tersebut, tetapi dari kemauan kepala sekolah dan guru-gurunya untuk melakukan perubahan," tuturnya.
Kemudian, dalam mengimplementasikan Sekolah Penggerak, Kemendikbudristek memberikan bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung berbagai program pembelajaran.
"Kami utamakan bantuan TIK diberikan kepada sekolah-sekolah yang fasilitasnya belum ada,” kata Mendikbudristek.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X DPR RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat, Adrianus Asia Sidot turut mendukung program Merdeka Belajar yang digulirkan Kemendikbudristek untuk menuju perubahan yang lebih baik.
"Semoga program ini membawa perubahan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat," kata Adrianus.
Sementara itu, Kepala Sekolah SD Negeri 28 Pontianak Utara, Heryaningsih mengapresiasi kebijakan Sekolah Penggerak yang diluncurkan Kemendikbudristek. Baginya, sejak menjadi Sekolah Penggerak pembelajaran di sekolah terasa lebih menyenangkan.
"Guru dan siswa menjadi lebih banyak terlibat di dalam projek, dan anak-anak semakin senang karena belajarnya tidak hanya di kelas tetapi menggunakan tempat lainnya seperti perpustakaan," katanya.
Selain itu, program Sekolah Penggerak membuat sekolahnya semakin mempunyai nilai tambah karena adanya pelajaran bahasa Inggris yang dimulai sejak kelas 1 SD.
"Ini menjadi poin tambahan bagi sekolah kami, karena di sekolah lain yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka maka belum ada pelajaran bahasa Inggris di sekolahnya, sehingga para orang tua banyak yang ingin menyekolahkan anaknya di tempat kami," kata dia.
Sekolah Penggerak menjadi pendorong kemajuan bagi guru di dalam pembelajaran. Diungkapkan Heppi Fitri Yenni, Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 19 Kota Pontianak, kini sekolahnya menjadi selangkah lebih maju dibandingkan sebelumnya.
Dalam Kurikulum Merdeka, menurut Heppi, guru di sekolahnya bisa mengunduh materi dan berbagai praktik baik yang terdapat di Platform Merdeka Mengajar. Dari situ, para guru di sekolahnya mengimplementasikan dan menambahkan inovasi dalam pembelajaran.
"Kami sangat mendukung Sekolah Penggerak, karena di dalamnya interaksi antara siswa dan guru lebih tercipta. Pembelajaran yang dahulu dipusatkan pada guru, sekarang lebih banyak melibatkan siswa karena berdasarkan projek. Sekarang guru adalah fasilitator dan siswa sebagai raja di dalam pembelajaran," kata Heppi.*
Baca juga: SDN Bringkeng 01 jadi sekolah penggerak ramah inklusi di Cilacap
Baca juga: Kenaikan mutu diharapkan tercipta dari praktik baik Sekolah Penggerak
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022