Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menghitung penerimaan negara dari bea masuk (BM) barang impor per tahun hanya akan mencapai Rp15-17 miliar mengingat sebagian besar barang impor adalah bahan baku yang BMnya antara 0-5 persen saja. "Penerimaan negara dari BM impor pada 2004 sebesar Rp15 miliar dan pada 2005 sebesar Rp17 miliar, karena banyak barang impor yang BMnya nol, contohnya kapas. Impor kita kebanyakan bahan baku untuk diekspor kembali," kata Ketua Umum GINSI, Amirudin Saud, di Jakarta, Selasa. Menurut dia, dari total 13.871 pos tarif yang diharmonisasi, sebanyak 2.533 pos tarif BMnya nol dan 6.793 pos tarif BMnya lima persen. "Dari total impor pada 2005 yang sebesar 55,700 miliar Dolar AS (termasuk migas), sebanyak 80,41 persen adalah bahan baku dan 11,29 persen adalah impor barang modal. Sedangkan barang konsumsi hanya 8,3 persen," katanya. Sementara, berdasarkan data BPS total impor non migas pada 2005 sebesar 40,243 miliar dolar AS. Ia membantah pernyataan ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri yang menyatakan bahwa 5-6 persen potensi penerimaan negara dari BM impor yang sekitar Rp71,18 triliun selama tiga tahun terakhir tidak masuk ke kas negara. "Angka itu terlalu besar. BM impor kan lebih banyak bahan baku yang tarifnya kecil," katanya. Penghitungan jumlah BM impor, lanjut dia, tidak bisa dipukul rata karena besaran tarif berbeda-beda setiap pos tarif. Selain dalam besaran persen, tarif BM juga ada yang diterapkan per kilogram berat barang, seperti BM gula putih yang Rp530 per kg. Ia menambahkan, selama ini anggotanya patuh membayar BM sesuai dengan UU nomor 10 tahun 1995 yang menyatakan besarnya BM impor dihitung berdasarkan transaksi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006