sampai saat ini peningkatan kasus ini menyebabkan satu negara pun berani mengatakan kita selesai dengan COVID
Banda Aceh (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh menyebutkan pandemi COVID-19 belum berakhir, apalagi dengan telah terdeteksi varian XXB yang baru muncul di Indonesia sehingga masyarakat tetap harus waspada.
“Saat ini kita ketahui bahwa ada varian baru yang disebut XBB, yang menyebabkan secara regional menyebabkan peningkatan kasus,” kata Ketua IDI Wilayah Aceh dr Safrizal Rahman di Banda Aceh, Senin.
Ia menjelaskan belum ada satu pun negara di dunia yang telah berani mengumumkan selesai dari wabah COVID-19. Apalagi, beberapa negara juga mulai terdeteksi varian baru yang begitu masif.
Seperti, kata dia, Singapura yang menghadapi peningkatan kasus COVID-19 varian XBB hampir mencapai 9.000 kasus per hari.
“Walau secara klinis (varian XBB) tidak seberat varian Delta, tapi sampai saat ini peningkatan kasus ini menyebabkan satu negara pun berani mengatakan kita selesai dengan COVID,” katanya.
Apalagi, menurut dia, kasus varian XBB juga sudah terdeteksi di Tanah Air. Sebab itu, semua pihak perlu bersinergi melakukan pengawasan, dalam upaya mencegah terjadi peningkatan kasus varian baru itu di seluruh daerah.
Baca juga: IDI perintahkan dokter di Aceh edukasi warga soal gagal ginjal akut
Baca juga: Ketua DPD dorong IDI siapkan peta jalan ketahanan nasional kesehatan
Memang, kewaspadaan masyarakat sudah sangat kendur. Namun secara epidemiologi, pemerintah belum mengatakan Indonesia selesai dari wabah COVID-19.
“Kita sadari, bukan hanya di Aceh, tapi hampir seluruh Indonesia sudah sangat kendor. Memang varian baru ini terlihat sangat dominan, tapi memang secara klinis, tingkat kematian sangat rendah,” katanya.
Hingga (24/10), data Dinas Kesehatan Aceh, secara akumulatif kasus COVID-19 di Aceh telah mencapai 44.341 orang, di antaranya 42.050 orang telah sembuh, 2.239 orang meninggal dunia dan 52 orang masih dalam perawatan medis dan isolasi mandiri.
Saat ini, kata Safrizal, pihak rumah sakit masih terus melakukan tes usap PCR bagi setiap pasien, namun pemerintah tidak lagi melakukan pemeriksaan secara mandiri di ruang publik.
“Bagi mereka yang bergejala, seperti di rumah sakit tetap dilakukan pemeriksaan, hanya partisipasi masyarakat untuk mandiri sudah kurang,” katanya.
Saat ini, menurut dia, masyarakat sudah sangat paham dalam menanggulangi apabila dirinya terinfeksi COVID-19. Bila gejala klinis tidak terlalu berat maka masyarakat sudah sangat mengerti mengisolasi diri sendiri dan kemudian meningkatkan imunitas.
“Tapi bila terjadi kasus-kasus yang terdampak sangat berat maka kita akan perketat lagi,” katanya.
Baca juga: Aceh gelar festival kopi sambut kontingen muktamar dokter Indonesia
Baca juga: Ketum PB IDI: Muktamar dorong konsep kemandirian kesehatan Indonesia
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022