Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengingatkan kepada seluruh ASN untuk menjaga netralitas di tahun politik pada Pemilu 2024 karena setiap momentum pesta demokrasi lima tahunan sering kali sejumlah ASN terjebak pada pelanggaran netralitas.

"Pada tahun politik menjelang Pemilu tahun 2024, para ASN akan menghadapi tantangan dan netralitas ASN akan diuji," katanya saat menjadi pemateri secara daring dalam acara seminar nasional yang digelar di FISIP Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Senin.

Menurutnya satu-satunya sikap politik yang boleh dilakukan dan ditunjukkan oleh ASN adalah melakukan pemilihan para kandidat politik yang dipilih di dalam bilik suara saat pemilihan umum berlangsung.

"Selebihnya di ruang publik ASN tidak boleh menunjukkan keberpihakan kepada salah satu calon," ucapnya.

Baca juga: Mendagri: ASN harus tetap sebagai tenaga profesional di tengah pemilu

Baca juga: Kemendagri: Butuh sinergi jaga netralitas ASN di Pemilu serentak 2024

Berdasarkan data KASN, lanjut dia, pada Pilkada tahun 2020 tercatat sebanyak 2.034 kasus pelanggaran yang dilaporkan kepada KASN dan dari data laporan yang masuk, tercatat sebanyak 1.596 orang ASN terbukti melakukan pelanggaran netralitas.

"Pelanggaran yang paling banyak adalah pada penggunaan media sosial yang tidak bijak karena biasanya mereka (ASN) melakukan unggahan yang bernada menjatuhkan atau mendukung salah satu calon," katanya.

Agus menjelaskan potensi terjadinya pelanggaran netralitas dalam pemilu itu sangat besar sekali karena ada pola hubungan timbal balik antara birokrasi dengan politisi.

"Politisi ingin meraih suara sebanyak-banyaknya dari para ASN agar bisa menang. ASN berharap adanya promosi jabatan dari politisi yang dia dukung jika kemudian menang," ujarnya.

Ia mengingatkan agar para ASN tidak perlu takut dalam menghadapi para politisi yang akan menduduki jabatan yang dimenangkan karena promosi jabatan yang saat ini diterapkan adalah berdasarkan kompetensi dan integritas yang dimiliki ASN.

"Karena dalam sistem 'merit', pola promosi pengisian kekosongan jabatan tidak didasarkan pada dukungan politik atau kekerabatan, tetapi murni berdasarkan kompetensi dan integritas yang dimiliki ASN," tuturnya.

Sementara Ketua Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Jatim Muhammad Nuh mengatakan ASN selalu dihadapkan pada persoalan yang sulit jika dikaitkan dengan netralitas dalam momentum pemilu.

"ASN itu ditempa oleh pandai besi politik. Artinya apa, regulasi yang diterapkan pada ASN dibuat oleh para politisi dan kemudian politisi memanfaatkan ASN untuk kepentingan politiknya," ujarnya.

Ia menjelaskan dalam teori principal-agent pada hakekat nya seorang birokrasi (ASN) ada kecenderungan menempel pada para politisi untuk mempertahankan kedudukannya, namun pada satu sisi politisi juga membutuhkan birokrasi untuk memuluskan jalan mereka meraih kemenangan dalam Pemilu.

"Memang sulit bagi ASN untuk bersikap netral 100 persen karena ada sifat resiprokal dalam hubungan keduanya, saling menguntungkan dan keduanya memiliki ketergantungan," katanya.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022