Kupang (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur membantah ada anggotanya terlibat dalam pembongkaran rumah warga di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

"Personel kami memang ada di sana saat pembongkaran, tetapi itu bukan turut serta membongkar. Kehadiran polisi di Besipae sifatnya mengamankan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah provinsi," kata Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy ketika dikonfirmasi di Kupang, Minggu sore.

Ariasandy menyampaikan hal itu menanggapi beredarnya video yang sempat viral di media sosial soal personel Polri turut membongkar bangunan rumah warga di Besipae, Timor Tengah Selatan, pada Jumat (21/10).

Mantan Kapolres Timor Tengah Selatan itu mengatakan bahwa petugas yang melaksanakan penertiban atau pembongkaran adalah Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov NTT dan beberapa petugas pemda lainnya.

Ia menegaskan kehadiran personel Polri di lokasi itu berdasarkan surat dari Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi NTT dengan nomor: BU.030/694/BPAD/2022 tertanggal 17 Oktober 2022 perihal permohonan bantuan pengamanan dalam rangka kegiatan penertiban atau pembongkaran bangunan rumah yang dihuni secara ilegal.

"Menindaklanjuti surat permintaan pengamanan itu, Kapolres TTS (Timor Tengah Selatan) mengeluarkan sprin (surat perintah) yang melibatkan beberapa anggota polres dengan nomor: Sprint/373/X/HUK.6.6/2022 tanggal 19 Oktober 2022 untuk melaksanakan pengamanan terhadap kegiatan dimaksud terhitung dari tanggal 20 Oktober 2022 hingga selesai", terangnya.

Konflik lahan yang melibatkan warga Besipae dengan Pemerintah Provinsi NTT kembali mencuat setelah beberapa tahun lalu viral video sejumlah mama-mama (ibu-ibu) dengan bertelanjang dada menghadang Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat.

Kini muncul lagi aksi pembongkaran rumah yang sebelumnya dibangun oleh Pemprov NTT setelah sekitar dua tahun ditempati warga setempat.

Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur Alex Lumba mengatakan bahwa rumah-rumah warga yang dibongkar itu merupakan rumah yang semula dibangun Pemprov NTT untuk 37 kepala keluarga. Namun, setelah dibangun, hanya 19 rumah yang tempati, sedangkan 18 KK lainnya tidak menempati rumah tersebut.

"Pada saat pemerintah hendak melakukan kegiatan pembangunan dalam kawasan Besipae beberapa waktu lalu, muncul sejumlah warga yang melakukan perlawanan dengan menempati lagi rumah-rumah yang sebelumnya sudah tidak mereka tempati, bahkan ada wajah baru yang turut menempati rumah-rumah itu," kata Alex Lumba.

Menurut ia, Pemprov NTT memiliki niat untuk memproses sertifikat tanah bagi warga di Besipae masing-masing 800 meter persegi. Namun, pemprov kesulitan mendapatkan data warga yang berhak untuk mendapatkan pembagian lahan itu.

Hal itu mengingat banyak warga baru yang bermunculan, kemudian mengklaim sebagai pihak yang berhak atas lahan di Besipae.

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022