Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Pemerintah menargetkan pengembangan jejaring rumah sakit kardiovaskuler yang memiliki kemampuan bedah jantung pintas coroner atau CABG di 16 provinsi yang ada di Indonesia, hingga akhir 2022.
"Program jejaring nasional kardiovaskuler masih punya PR (pekerjaan rumah) mengembangkan RS yang memiliki kemampuan bedah jantung di 16 provinsi di Indonesia," kata Ketua Tim Pengampu dari RS Jantung Nasional Harapan Kita, Dr dr Hananto Andriantoro, Sp.JP(K), Mars usai melihat langsung proses operasi bedah jantung pintas coroner (CABG) di RSUD dr. Iskak Tulungagung, Sabtu.
Enam belas RS provinsi yang kini dibina oleh tim pengampu dari RS Jantung Nasional Harapan Kita sesuai disposisi Kementerian Kesehatan itu ada di Nusa Tenggara Barat, Pontianak, Lampung, Jambi, Kepri, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat serta Papua.
Asistensi dan pendampingan ditargetkan sampai 16 rumah sakit provinsi ini memiliki kemampuan dalam melakukan tindakan bedah jantung terbuka.
Jadi selain memiliki fasilitas instalasi diagnostic intervensi kardiovaskuler (IDIK), tim dokter di masing-masing RS harus bisa mengoptimalkan sarana penunjang medis yang ada untuk melakukan tindakan bedah jantung pintas coroner, seperti halnya di RS Jantung Nasional Harapan Kita maupun RS rujukan penanganan jantung lain yang sudah ada, termasuk di RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Proses pendampingan atau pengampuan di masing-masing rumah sakit jejaring kardiovaskuler ini, sesuai program Kemenkes, berlangsung selama dua tahun.
Setelah itu, diharapkan tim bedah jantung yang sudah dibentuk bisa melakukan CABG secara mandiri.
Tantangannya, lanjut Hananto, di enam provinsi proses pengampuan harus dilakukan dari nol karena RSUP yang masuk program pengembangan jejaring kardiovaskuler bahkan belum memiliki kapasitas melalukan tindakan kateterisasi jantung.
Enam provinsi itu disebut Hananto ada di Maluku, Maluku Utara, Papua, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara serta NTT.
Menurutnya, keberadaan layanan bedah jantung ini sangat dibutuhkan di Indonesia yang memiliki penduduk lebih dari 245 juta jiwa. Sebab secara teori, setidaknya ada sekitar 10 persennya membutuhkan intervensi bedah jantung.
Laporan dari Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita sebagai fasilitas rujukan nasional bagi pasien gangguan jantung menyebutkan ada sekitar 50 ribu anak dengan penyakit jantung bawaan yang harus dioperasi untuk mencegah kematian.
Dari jumlah sebanyak itu, yang bisa operasi jantung saat ini hanya ada di enam rumah sakit saja dengan kemampuan CABG antara 6 ribu hingga 10 ribu pasien per tahun.
Imbasnya, antrean pasien bedah jantung sangat panjang. Di RS Harapan Kita antrean bedah jantung mencapai 12 bulan, sementara di RS kardiovaskuler lain kini sudah juga sudah mencapai 3-4 bulan bahkan ada yang sudah sampai setahun.
Oleh karenanya ,Kementerian Kesehatan RI bertahap menargetkan penyediaan fasilitas layanan rumah sakit rujukan jantung di seluruh provinsi di Indonesia hingga 2024.(*)
Baca juga: RSUD Tulungagung sukses operasi bedah jantung pasien pertama
Baca juga: Rp30 triliun dialokasikan Kemenkes untuk alat non-bedah katastropik
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022