gagal ginjal akut pada anak yang diduga kuat karena kandungan terlarang dalam obat sirop, rentan menimbulkan paranoid.

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Informasi RI Arya Sandhiyudha meminta Pemerintah dan badan publik menggunakan bahasa yang lebih sederhana dalam menyampaikan edukasi terkait gagal ginjal akut.

“Penekanan dari Komisi Informasi bahwa Pemerintah dan badan publik itu harus disampaikan sesegera mungkin dan dalam cara yang mudah, bukan dalam edukasi yang segmented,” katanya dalam diskusi daring “Misteri Gagal Ginjal Akut”, Sabtu.

Arya menuturkan bahwa penyakit yang baru dikenal oleh masyarakat luas seperti gagal ginjal akut pada anak yang diduga kuat karena kandungan terlarang dalam obat sirop, rentan menimbulkan paranoid.

Sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, lanjutnya, kasus gagal ginjal akut sudah masuk ke dalam kategori yang harus diperhatikan layanan informasinya.

Ia menjelaskan bahwa dalam UU tersebut terdapat dua klasifikasi dalam keterbukaan informasi yang wajib dipenuhi oleh Pemerintah dan badan publik. Pertama, kewajiban untuk memberikan informasi berkala terkait aktivitas Pemerintah dan badan publik, seperti perkembangan terkait jumlah korban, penanganan korban dan sebagainya.

Kemudian yang kedua, berdasarkan Pasal 10 Ayat 2, Pemerintah dan badan publik harus sesegera mungkin memberikan edukasi dan sosialisasi dengan bahasa yang mudah. Sehingga masyarakat dapat mendapatkan pemahaman dengan cepat dalam cara dan bahasa yang sangat sederhana.

“Jadi mereka yang bertanggung jawab memberikan informasi, bukan masyarakat yang proaktif mencari informasi sampai mencari edukasi ke diskusi dan seterusnya tapi yang bertanggung jawab memberikan preferensi pasti, Pemerintah dan badan publik,” tuturnya.

Lebih lanjut Arya menyampaikan bahwa klasifikasi pertama keterbukaan informasi sudah terpenuhi karena berbagai aktivitas Pemerintah dan badan publik sudah banyak yang tersampaikan kepada masyarakat, termasuk melalui pemberitaan.

Namun, ia menilai klasifikasi kedua terkait edukasi belum tersampaikan dengan baik. Ia pun mencontohkan jenis-jenis obat yang mengandung zat terlarang yang beredar di masyarakat ada 15 jenis, namun BPOM baru mengeluarkan 5 nama. Oleh karena itu, 10 nama lain tersebut perlu dijelaskan lebih lanjut agar tidak memunculkan spekulasi yang keliru di masyarakat.

“Yang terpenting acuannya informasi serta merta. Jika ada proses surveillance dan penelitian, saat ditemukan sesegera mungkin harus diberitahukan. Kemudian jika ada perkembangan pasien, pasien baru atau perkembangan solusi baru itu harus sesegera mungkin disampaikan dengan cara yang mudah dipahami,” tegasnya.
Baca juga: Epidemiolog desak pemerintah tetapkan gagal ginjal akut jadi KLB
Baca juga: Dinkes DKI libatkan PKK dan posyandu edukasi cegah gagal ginjal akut
Baca juga: Pemkot Makassar siagakan layanan 112 untuk aduan gagal ginjal akut

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022