Diberkahi dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, Indonesia memiliki posisi unik untuk mengembangkan sistem energi berkelanjutan

Jakarta (ANTARA) - Laporan bersama The International Renewable Energy Agency (Irena) dan Kementerian ESDM memaparkan biaya pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia akan lebih hemat dibandingkan tetap bergantung bahan bakar fosil.

Dengan populasi Indonesia yang diproyeksikan mencapai 335 juta orang selama tiga dekade mendatang, permintaan listrik diperkirakan bertumbuh lima kali lipat menjadi lebih dari 1.700 terawatt jam (TWh) dari tingkat saat ini.

"Untuk memenuhi permintaan itu, diperlukan peningkatan sumber daya utama yang terbarukan seperti surya, bioenergi, dan panas bumi," ucap Direktur Jenderal Irena Francesco La Camera dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.

Menurut laporan tersebut, selama periode hingga 2050 dalam skenario rencana energi, Indonesia akan membelanjakan 10,7 triliun dolar AS untuk sistem energi. Jika skenario rencana energi 1,5 derajat (1,5-S) digunakan, Indonesia hanya bakal menghabiskan 10,1-10,3 triliun dolar AS.

Artinya, ada penghematan 400-600 miliar dolar AS seandainya Indonesia merencanakan sistem energi di jalur 1,5 derajat.

Dalam jalur 1,5-S, biaya bahan bakar dan listrik yang digunakan di semua sektor penggunaan akhir mencapai lebih dari 7 triliun dolar AS untuk periode hingga 2050. Angka tersebut setara dengan 69 persen dari total biaya sistem energi.

Outlook itu turut memaparkan tiga skenario dekarbonisasi untuk sistem energi Indonesia yang keseluruhan skenario menghasilkan total biaya sistem energi lebih rendah dibanding skenario energi yang direncanakan pemerintah.

"Transisi energi sangat penting bagi Indonesia dan kami berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca dan telah berjanji mencapai target net zero emissions (NZE) yang akan dicapai pada 2060 atau lebih cepat," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Laporan Irena-ESDM juga mencatatkan bahwa transisi dari bahan bakar fosil membantu dalam mengurangi biaya eksternalitas terkait polusi udara dan perubahan iklim.

Dengan skenario 1,5 derajat, biaya eksternalitas tahunan yang dapat dihindari antara 200-635 miliar dolar AS. Hal tersebut menyiratkan bahwa Tanah Air berpotensi menghemat antara 20-38 miliar per tahun atau sekitar 2-4 persen dari produk domestik bruto (PDB) saat ini jika bertransisi ke lajur dekarbonisasi pada 2050.

Untuk merealisasikan penghematan, ada sembilan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia, antara lain melanjutkan perampingan proses pengadaan energi terbarukan, mengembangkan kerangka peraturan yang jelas dengan lelang energi terbarukan yang efektif, dan mekanisme feed in tariff (FiT) yang berfungsi dengan baik.

Dua rekomendasi lain yang terkait regulasi dan hukum yaitu mengembangkan solusi untuk menciptakan pasar energi terbarukan yang terdistribusi, seperti membuat mekanisme remunerasi sehingga memungkinkan partisipasi investor swasta di pasar mini dan off-grid. Selain itu, juga mengatasi hambatan regulasi dan pasar dalam power purchase agreement (PPA), seperti meninjau syarat dan ketentuan PPA energi terbarukan saat ini demi mengatasi kekhawatiran investor.

"Diberkahi dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, Indonesia memiliki posisi unik untuk mengembangkan sistem energi berkelanjutan yang dapat mendukung pembangunan sosial-ekonomi, mengatasi perubahan iklim, sekaligus mencapai ketahanan dan ketahanan energi," ungkap La Camera.

Baca juga: IRENA puji keseriusan Indonesia terhadap transisi energi
Baca juga: IRENA sebut ada dua tantangan transisi energi di Indonesia
Baca juga: Kementerian ESDM-IRENA tingkatkan kerja sama capai "net zero emission"

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022