yang masih dirawat ada 11 orangJakarta (ANTARA) - Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo mencatat angka kematian pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal mencapai 63 persen atau 31 anak dari 49 anak berdasarkan data pasien yang dihimpun sejak Januari 2022.
“Bayangkan, lebih dari 50 persen. Jadi yang hidup atau yang pulang cuma tujuh orang. Sekarang yang masih di rumah sakit ada 11 (anak) di RSCM,” kata Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Lies mencatat total kasus pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal sebanyak 49 anak dari Januari tahun ini. Dalam catatan RSCM, kasus melonjak pada Agustus menjadi 8 pasien dan naik lagi menjadi 20 pasien pada September.
“Jadi kondisinya saat ini yang sudah masuk ke RSCM dari Januari sampai hari ini adalah 49 anak dengan gagal ginjal akut. Yang masih dirawat ada 11 orang, 10 anak masih di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) dan satu anak sekarang masih di UGD karena baru masuk,” kata Lies.
Dia mengatakan dari ketujuh pasien yang dinyatakan sembuh memerlukan waktu yang cukup lama untuk proses pemulihan sekitar lebih dari tiga minggu. Menurut Lies, kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal didominasi oleh pasien balita dengan pasien yang paling muda berusia 8 bulan dan paling tua berusia 8 tahun.
Baca juga: Menkes: Larangan obat sirop untuk cegah meluasnya gagal ginjal akut
Baca juga: Seorang balita di Ngawi meninggal dunia diduga gagal ginjal akut
Lies juga menyebutkan pasien yang dirujuk berasal dari berbagai rumah sakit seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), rumah sakit swasta, hingga Puskesmas. Bahkan, dia mencatat, terdapat pasien yang berasal dari luar Jakarta. Dia juga mengatakan bahwa pasien yang masuk ke RSCM sudah dalam kondisi tidak bisa mengeluarkan urine.
“Mereka sudah pernah diobati di tempat sebelumnya. Masalahnya pada saat datang (ke RSCM) sudah lanjut semua. Mereka sudah dalam kondisi tidak ada kencing,” ujarnya.
Lies menjelaskan tata laksana awal yang dilakukan pada pasien mulai dari pemeriksaan lengkap terlebih dahulu serta pengobatan berdasarkan simtomatik atau sesuai gejala yang muncul.
Namun untuk pasien yang dalam kondisi tidak mengeluarkan urine sama sekali, dia mengatakan pihak rumah sakit mengambil tindakan dialisis atau cuci darah.
“Kalau dia tidak ada urine kami melakukan langsung dialisis. Hemodialisis anak itu tidak sama dengan hemodialisis pada dewasa, jadi tim dari sisi anak (dokter anak) itu turun untuk memantau mereka,” katanya.
Baca juga: Menko PMK: Penyakit gangguan ginjal pada anak harus ditangani serius
Lies juga menyebutkan pasien yang dirujuk berasal dari berbagai rumah sakit seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), rumah sakit swasta, hingga Puskesmas. Bahkan, dia mencatat, terdapat pasien yang berasal dari luar Jakarta. Dia juga mengatakan bahwa pasien yang masuk ke RSCM sudah dalam kondisi tidak bisa mengeluarkan urine.
“Mereka sudah pernah diobati di tempat sebelumnya. Masalahnya pada saat datang (ke RSCM) sudah lanjut semua. Mereka sudah dalam kondisi tidak ada kencing,” ujarnya.
Lies menjelaskan tata laksana awal yang dilakukan pada pasien mulai dari pemeriksaan lengkap terlebih dahulu serta pengobatan berdasarkan simtomatik atau sesuai gejala yang muncul.
Namun untuk pasien yang dalam kondisi tidak mengeluarkan urine sama sekali, dia mengatakan pihak rumah sakit mengambil tindakan dialisis atau cuci darah.
“Kalau dia tidak ada urine kami melakukan langsung dialisis. Hemodialisis anak itu tidak sama dengan hemodialisis pada dewasa, jadi tim dari sisi anak (dokter anak) itu turun untuk memantau mereka,” katanya.
Baca juga: Menko PMK: Penyakit gangguan ginjal pada anak harus ditangani serius
Baca juga: Dinkes: Sembilan anak gagal ginjal akut dirawat di RSUD Saiful Anwar
Selain itu, pihak rumah sakit juga memberikan antidotum atau obat penawar yang dibeli dari luar negeri melalui bantuan dan izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Lies mengatakan obat tersebut baru tiba di Indonesia dan diberikan pada pasien di RSCM pada Selasa (18/10).
“Hasilnya kita tunggu karena baru dua hari. Jadi kami masih belum bisa menyampaikan secara pasti walaupun sebagian memberikan perbaikan,” ujarnya.
Menurut Lies, biaya perawatan dan pengobatan seluruh pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal di RSCM sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan, termasuk pemberian antidotum dengan harga yang dikatakan Lies cukup mahal.
Baca juga: IDI Lampung: Gangguan ginjal anak bisa dilihat dari produksi urine
Selain itu, pihak rumah sakit juga memberikan antidotum atau obat penawar yang dibeli dari luar negeri melalui bantuan dan izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Lies mengatakan obat tersebut baru tiba di Indonesia dan diberikan pada pasien di RSCM pada Selasa (18/10).
“Hasilnya kita tunggu karena baru dua hari. Jadi kami masih belum bisa menyampaikan secara pasti walaupun sebagian memberikan perbaikan,” ujarnya.
Menurut Lies, biaya perawatan dan pengobatan seluruh pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal di RSCM sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan, termasuk pemberian antidotum dengan harga yang dikatakan Lies cukup mahal.
Baca juga: IDI Lampung: Gangguan ginjal anak bisa dilihat dari produksi urine
Baca juga: Dinkes edukasi dan sosialisasi gagal ginjal akut kepada faskes
Baca juga: Kemenkes-BPOM segera tarik produk obat sirop perusak ginjal
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022