Jakarta (ANTARA) - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengharapkan ketentuan perizinan oleh pemerintah daerah (pemda) kepada para anggota organisasi itu tak berbeda dengan aturan yang berlaku secara nasional.

"Produk aturan terkait perizinan di daerah idealnya sejalan dengan peraturan yang berlaku secara nasional," kata Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Priyanto dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia menyatakan, pemda jangan membuat aturan sendiri tanpa mengindahkan ketentuan di level nasional.

Sebagai contoh, dari penyelenggaraan pelatihan bagi anggota REI Riau, di Pekanbaru, diperoleh informasi adanya sejumlah permasalahan terkait perizinan berusaha di Provinsi Riau. Antara lain terkait pengurusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Pengembang yang membangun perumahan kurang dari tiga hektare diwajibkan mengurus dokumen lingkungan hidup, yakni Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).

"Bagi pengembang rumah bersubsidi tentu kewajiban ini sangat menyulitkan," kata Priyanto.

Baca juga: REI Sumatera harap ada kenaikan harga rumah subsidi

Baca juga: REI Papua Barat target bangun 1.200 rumah subsidi sampai akhir 2022

Dijelaskan, dokumen lingkungan hidup ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelola.

Bahkan, Ketua REI Riau Elvi Syofriadi mengutarakan, sejak perubahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), masing-masing pemda menerapkan syarat dan ketentuan yang beragam.

Sejak penerapan PBG, syarat dan ketentuan tidak sama di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau. Untuk wilayah Kota Pekanbaru, minimal 10 unit rumah sudah mempersyaratkan kewajiban UKL-UPL.

Ini akan jadi masalah hukum di kemudian hari karena setelah serah terima unit, maka rumah bersubsidi tidak lagi ada pengelola yang bertugas. "Lantas, siapa penanggung jawab pelaporan nantinya," kata Elvi.

Karena itu, keduanya berharap agar pemda di seluruh Indonesia bisa memahami dan jika hendak membuat ketentuan perizinan, setidaknya sejalan dengan peraturan yang berlaku nasional.

"Ini demi keseragaman dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi setelah pandemi," kata Elvi.

Baca juga: Pengembang di DIY dorong penegakan izin properti berbasis daring

Baca juga: REI Aceh berharap rencana akuisisi BTN Syariah dipertimbangkan lagi

Materi pelatihan
Priyanto juga menjelaskan, pelatihan bagi anggota REI Riau, Kamis ini didukung sepenuhnya oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, khususnya dalam hal penyediaan materi pelatihan tentang dukungan pembiayaan bagi sektor perumahan.

Selain materi pembiayaan, peserta diklat juga mendapat materi perizinan, perhitungan harga pokok produksi (HPP) dan perpajakan.

REI juga memberikan materi tentang serah terima prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) dari pengembang kepada pemda. "Kita ketahui bahwa saat ini pemerintah daerah tengah gencar menagih PSU untuk dapat diserahterimakan," katanya.

Kegiatan pelatihan ini merupakan upaya organisasi untuk meningkatkan profesionalisme anggota REI di seluruh daerah.

Peserta begitu antusias untuk memperoleh materi yang diberikan Badan Diklat REI. "Mereka bersemangat untuk dapat menaikkan kinerja perusahaan masing-masing," katanya.

Pelatihan ini juga bertujuan memastikan bahwa seluruh aturan berusaha di sektor perumahan dapat dipenuhi oleh perusahaan pengembang.

Dengan pelatihan ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian. "Sedangkan untuk perusahaan, pelatihan ini dapat meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusianya," kata Priyanto.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022