Jakarta (ANTARA) - Asosiasi pengusaha sampaikan sejumlah kendala yang dihadapi para anggota asosiasinya dalam upaya menerapkan sejumlah regulasi yang terkait dengan kebijakan transisi energi baru terbarukan (EBT).
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja dalam ajang “Cut the Tosh Collaboration Summit” di Jakarta, Rabu, mengatakan terdapat peraturan yang belum sinkron dalam melaksanakan program green energy.
Ia mencontohkan salah satunya adalah penggunaan genset gas pada gedung pusat perbelanjaan yang disuplai dari PGN untuk listrik. Kemudian PLN bakal mengenakan tarif premium yang lebih tinggi karena dianggap menggunakan sumber daya listrik lain.
“Ini satu dilema, jika satu gedung pusat perbelanjaan menggunakan genset gas di mana suplai dari PGN malah PLN menerapkan tarif premium yang tarifnya lebih tinggi karena dianggap menggunakan sumber lain padahal sebetulnya kalau gasnya juga tidak digunakan PGN juga mengenakan penggunaan minimum jadi serba salah, gasnya digunakan dipakai menghindari biaya minimum dari PGN, kemudian PLN menerapkan tarif premium,” ucapnya.
Baca juga: Menperin dukung industri tingkatkan kerja sama transformasi energi
Alphonzus menyampaikan terkait regulasi dalam Permen Tahun 2015, pihaknya mengakui bahwa pengelola pusat pusat perbelanjaan tidak boleh memungut taguhan listrik dari penyewa, padahal tagihan yang diterima lebih besar dari yang dibayarkan ke PLN.
Ia berharap pemerintah dapat menciptakan iklim usaha/bisnis yang lebih kondusif, serta memberikan kemudahan-kemudahan melalui regulasi dari sisi perpajakan atau fiskal, sebab menurutnya pusat perbelanjaan merupakan fasilitas publik yang strategis.
Baca juga: Asosiasi industri berkomitmen mendekarbonisasi operasional menuju NZE
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Energi Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Sherlina Kawilarang sampaikan tantangan menuju transisi EBT di antaranya ketidaktahuan anggota asosiasi tentang jenis hingga manfaat energi hijau ini.
Kemudian terdapat kesimpangsiuran dari sisi peraturan pemerintah yang saling bertabrakan, sehingga ia pun berharap agar pemerintah membuat aturan yang sederhana dan jelas.
“Sedikit yang sudah tahu green energy ini mereka ragu-ragu untuk pakai karena peraturan dari pemerintah yang saling bertabrakan dan simpang siur,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Organisasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Ratih Kusumastuti mengatakan pihaknya turut melakukan sosialisasi terkait program net zero emission (NZE) yang ditargetkan tercapai pada 2060. Hal tersebut lantaran tidak semua anggota-anggotanya memahami program tersebut.
“Cut the Tosh Collaboration Summit” yang digelar pada 18-19 Oktober 2022 di Thamrin Nine Ballrom, Jakarta merupakan kegiatan dengan tujuan mengubah narasi menjadi aksi yang berdampak nyata mencapai target penurunan emisi melalui berbagai inisiatif di bidang berkelanjutan.
Baca juga: Menperin dorong sejumlah program menuju RI bebas karbon pada 2060
Baca juga: PLN ungkap peta jalan menuju nol emisi karbon pada 2060
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022