“Sesar itu bukanlah suatu kegagalan, tapi itulah penentu akhir di mana perempuan bisa memilih tujuan dalam mempunyai anak, entah lewat bawah atau lewat sesar. Yang penting dia membuka dirinya, tujuannya yaitu punya keluarga, bayi sehat, ibu sehat,” kata dokter lulusan Universitas Sriwijaya itu dalam bincang via virtual, Jakarta, Rabu.
Charnaen mengatakan biasanya masyarakat kerap menggunakan istilah persalinan normal yang dibandingkan dengan persalinan sesar. Persalinan normal dianggap lebih baik dibandingkan sesar.
Dia berpendapat bahwa istilah persalinan normal yang umum digunakan seharusnya bukan dikaitkan dengan proses persalinan melalui vagina, melainkan persalinan dengan mempertimbangkan hasil akhir kondisi bayi dan ibu tetap sehat.
Baca juga: Lima bayi Madiun lahir pada tanggal istimewa
Baca juga: Dokter: Kenali faktor penentu ibu bisa bersalin secara alamiah
“Kalau bagi saya, normal itu adalah bayi sehat dan ibu sehat. Itu dulu yang harus kita pegang. Lahir lewat bawah (vagina) disebut lahir alamiah dan tidak ada intervensi apapun, jadi lahirnya secara alami,” ujarnya.
Charnaen mengatakan terdapat kondisi tertentu yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan sesar. Menurut dia, dokter akan mempertimbangkan peluang mana yang lebih baik, persalinan melalui vagina ataukah sesar, sesuai dengan kondisi ibu dan bayi di dalam kandungan.
“Misalkan kita sudah usahakan sebisa mungkin dari awal kehamilan sampai usia 37 atau 38 pekan. Itu kita lihat (pertimbangan sesar), kalau sudah optimal tapi ternyata hasilnya bayinya terlalu besar, bayinya sungsang. Atau katakanlah semuanya sudah bagus, bayinya pas dan ketuban oke, tapi panggulnya kecil lalu ketuban pecah duluan, itulah yang ujung-ujungnya tidak bisa dilahirkan lewat bawah,” katanya.
Menurut Charnaen, persiapan bagi ibu yang memutuskan untuk menjalani operasi sesar sebetulnya tidak ada yang terlalu rumit. Charnaen sendiri selalu menekankan kepada pasien bahwa kondisi ibu harus tetap menjaga kesehatan di sepanjang masa kehamilan terlepas dari apapun pilihan metode persalinan.
“Contohnya, yang paling penting menjaga berat badan. Kadang-kadang hamil itu bablas. Berat badan itu normal naiknya sekitar 7,5–12,5 kg saja. Lebih dari 12,5 kg berarti kategorinya sudah obesitas. Risiko obesitas yaitu darah tinggi, diabetes dalam kehamilan, bayinya kecil, atau bayinya kebesaran,” katanya.
Selain fisik, kata Charnaen, hal lain yang perlu dipersiapkan tentu saja kondisi mental. Dia menekankan kembali bahwa persalinan alamiah melalui vagina ataupun persalinan melalui operasi sesar pasti mempunyai pengalaman yang berbeda.
“Dan saya tidak melebihkan salah satunya. Dua-duanya itu goals yang bagi perempuan, untuk menjadi seorang ibu itu memang berat sekali. (Terlepas dari) mau sesar atau mau alamiah,” ujarnya.
Charnaen juga mengimbau agar para ibu untuk tidak membanding-bandingkan kehamilan sendiri misalnya kehamilan antara anak pertama dan anak kedua, bahkan membandingkan dengan orang lain.
“Percaya diri dengan diri sendiri. Kalau memang yakin bisa lahir lewat bawah, kenapa tidak diperjuangkan. Cuma kalau tidak yakin, tidak usah malu untuk dengan metode yang lain-lainnya,” kata Charnaen.*
Baca juga: Kemenkes imbau Dinkes pastikan data ibu hamil untuk akses Jampersal
Baca juga: JKN bantu maksimalkan peran bidan layani persalinan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022