Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi saksi Wahyu Priyono mengenai proses hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Tahun Anggaran (TA) 2020 yang diduga dikondisikan oleh tersangka Andy Sonny (AS).
Wahyu Priyono merupakan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bali yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sulsel. Sementara tersangka AS ialah Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara, sekaligus mantan Kepala Sub Auditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel.
"Dikonfirmasi mengenai proses pertanggungjawaban hasil pemeriksaan LKPD Provinsi Sulsel TA 2020 yang diduga dikondisikan oleh tersangka AS dan kawan-kawan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Rabu.
KPK memeriksa Wahyu Priyono di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (18/10) dalam penyidikan kasus dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel TA 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Selain itu, kata Ipi, KPK juga mendalami pengetahuan saksi Wahyu Priyono soal tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) saksi saat masih menjabat Kepala BPK Perwakilan Sulsel.
Sementara, KPK juga menginformasikan seorang saksi yang tidak menghadiri panggilan pada Selasa (18/10), yaitu pihak swasta Almikayandika Musya.
"Tidak hadir dan konfirmasi untuk penjadwalan kembali pada Jumat (21/10)," ucap Ipi.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut, salah satunya ialah tersangka selaku pemberi suap yaitu mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat (ER).
Sementara itu, selain AS, tersangka lain selaku penerima suap ialah Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel, serta Gilang Gumilar (GG) selaku pemeriksa pada perwakilan BPK Provinsi Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel.
Dalam konstruksi perkara, pada 2020, BPK Perwakilan Sulsel memiliki salah satu agenda pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020. Salah satu entitas yang menjadi obyek pemeriksaan adalah Dinas PUTR Pemprov Sulsel
Selanjutnya, BPK Perwakilan Sulsel membentuk tim pemeriksa, yang salah satunya beranggotakan YBHM, dengan tugas memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.
Dalam proses pemeriksaan laporan keuangan, ER aktif berkoordinasi dengan GG yang dianggap berpengalaman dalam mengkondisikan temuan jenis pemeriksaan, termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa.
Kemudian, GG menyampaikan keinginan ER tersebut pada YBHM dan selanjutnya YBHM diduga bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah "dana partisipasi".
Untuk memenuhi permintaan YBHM, KPK menduga ER sempat meminta saran kepada WIW dan GG terkait sumber uang dan masukan dari WIW dan GG, yaitu dapat dimintakan dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020.
Besaran "dana partisipasi" yang dimintakan itu diduga 1 persen dari nilai proyek. Dari keseluruhan "dana partisipasi" yang terkumpul, nantinya ER akan mendapatkan 10 persen.
Uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW, dan GG sekitar Rp2,8 miliar, sementara AS turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi kepala BPK perwakilan. ER juga mendapatkan jatah sekitar Rp324 juta.
KPK juga masih mendalami terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.
Baca juga: KPK usut pemberian uang dalam laporan keuangan Dinas PUTR Sulsel
Baca juga: KPK ungkap istilah "dana partisipasi" dalam kasus Dinas PUTR Sulsel
Baca juga: KPK periksa enam saksi dalami proses audit keuangan oleh BPK Sulsel
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022