Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengingatkan mahasiswa untuk memahami jenis-jenis kekerasan seksual agar terhindar dari trauma akibat kekerasan seksual.

“Mahasiswa agar lebih aware dan bisa segera melapor jika terjadi kekerasan seksual, melapornya dari awal ketika efeknya belum begitu berat agar bisa langsung ditangani,” kata Analis Kebijakan Ahli Pertama Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek Shara Zakia Nissa dalam talkshow Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta yang disaksikan secara daring, Selasa.

Shara menuturkan bahwa Kemendikbudristek mencatat sepanjang Januari-Juli 2022 terdapat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di tiga sekolah dalam wilayah Kemendikbudristek dan sembilan kasus di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama.

Baca juga: UPN Veteran Jakarta bentuk satgas cegah kekerasan seksual

Kemudian berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kemendikbudristek di 29 kota di 79 kampus pada tahun 2020, terdapat 63 persen kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan semata-mata hanya untuk menjaga nama baik kampus.

Oleh karenanya, Mendikbudristek Nadiem Makarim telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Ia pun mengajak para mahasiswa dan mahasiswi untuk mengetahui jenis kekerasan seksual.

“Terdapat 21 jenis kekerasan seksual di Permendikbud, di dalamnya termasuk siulan yang mungkin dianggap bercanda, termasuk mengirimkan konten seksual melalui digital,” ujarnya.

Baca juga: KPPPA dukung Nadiem minta kampus bentuk satgas cegah kekerasan seksual

Ia mengimbau korban kekerasan seksual untuk segera melapor ke pihak kampus atau berkonsultasi ke psikolog jika mengalami kekerasan seksual. Menurutnya, korban kekerasan seksual yang didominasi oleh mahasiswi, memiliki ketakutan untuk melapor dan cenderung memendam hingga waktu yang lama. Hal tersebut kemudian justru berdampak pada kesehatan mentalnya.

“Misalnya, ketika dia jadi mahasiswa kemudian mendapat kekerasan seksual dengan siulan namun itu sangat mengganggunya. Kemudian ketika dia mendengar siulan tapi itu kemudian bisa memicu dan terbawa ketika lebih tua lagi. Nah ini yang dibilang dampaknya berat dan bahkan tidak sadar,” ucapnya.

Ia juga mengapresiasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta yang telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Ia berharap satgas mampu lebih mensosialisasikan mengenai kekerasan seksual dan juga menjadi jembatan bagi korban untuk melapor.

Baca juga: Aktivis rekomendasikan lima strategi pencegahan kekerasan seksual

“Di dalam Permendikbud juga ada prinsip dalam menangani kekerasan seksual. Kita harus berpihak pada korban dan yang terpenting adalah pemulihan korban," katanya.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022