Jakarta (ANTARA) - Secara resmi, pada 3 September 2022, Pemerintah Indonesia mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar, Pertalite dan Pertamax. Masing-masing menjadi Rp 6,800 per liter untuk Solar, Rp10.000 per liter untuk Pertalite, dan Rp16.500 per liter untuk Pertamax.
Dengan kenaikan harga BBM itu tentunya sangat berdampak langsung menurunnya daya beli dan ekonomi masyarakat umum, termasuk teman-teman penyandang disabilitas.
Pertimbangan Pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM didasarkan karena alokasi subsidi BBM lebih banyak dinikmati kelompok masyarakat mampu atau lebih tepatnya subsidi BBM dinilai tidak mencapai target sasaran, yaitu masyarakat kurang mampu. Karena alasan itulah pemerintah merasa perlu mengkaji ulang pemberian subsidi BBM.
Meski begitu, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bukannya tanpa solusi melihat kondisi tersebut.
Pemerintah pun mulai menyalurkan jaring pengaman dalam bentuk bantuan sosial (bansos) berupa bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan kepada masyarakat umum, khususnya bagi penyandang disabilitas, yang sudah tertekan sejak pandemi COVID-19.
Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan bahwa pemberian bantuan langsung tunai ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melindungi daya beli masyarakat agar konsumsi masyarakat tetap terjaga dengan baik.
Pemerintah sendiri menargetkan penyaluran BLT BBM pada tahun 2022 kepada 20,65 juta kelompok penerima manfaat atau KPM.
Pembagian BLT BBM ini diberikan kepada masyarakat selama empat bulan dengan besarannya Rp600 ribu atau per bulan setiap warga menerima dana kompensasi kenaikan BBM sebesar Rp150 ribu.
BLT BBM
Namun, fakta di lapangan banyak ditemukan teman-teman penyandang disabilitas tidak menerima BLT BBM karena namanya tidak terdaftar di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS inilah yang menjadi acuan bagi pemerintah melalui Kemensos dalam menyalurkan BLT.
Saat saya melakukan kunjungan kerja ke daerah, saya banyak menerima informasi atau masukan dari lapangan bahwa teman-teman penyandang disabilitas ada yang tidak terdata ke dalam DTKS, padahal mereka sudah pernah didata oleh petugas terkait untuk mendapatkan bantuan sosial.
Penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia juga memiliki hak yang sama seperti masyarakat non-disabilitas, bisa mendapatkan akses dan kemudahan ke dalam berbagai program yang dikeluarkan pemerintah, termasuk BLT BBM.
Adanya sejumlah penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan BLT BBM menjadi tugas semua pihak bersama untuk perlahan-lahan diperbaiki.
Seperti diketahui, meski BLT BBM disalurkan hanya sampai Desember 2022, bagi kelompok penyandang disabilitas, bantuan ini sangatlah bermanfaat untuk mengurangi beban ekonomi mereka setelah naiknya harga BBM.
Di saat situasi normal alias tidak ada kenaikan harga BBM saja kondisi teman-teman penyandang disabilitas sudah memprihatinkan.
Apalagi selama kurang lebih dua tahun negara kita dihantam oleh pandemi COVID-19 yang memaksa semua pihak untuk tinggal di rumah dan dilarang beraktivitas di luar ruangan, membuat mereka tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Akibatnya penghasilan seluruh masyarakat tanpa terkecuali mengalami penurunan drastis dan memunculkan PHK besar-besaran.
Memang harus diakui program BLT BBM belum secara maksimal menjawab kebutuhan ekonomi penyandang disabilitas akibat kenaikan harga BBM, namun upaya ini merupakan langkah positif pemerintah yang patut diapresiasi dan didukung untuk melindungi segenap warga negaranya.
Regsosek
Pada perkembangannya kemudian, harus disadari bahwa pendataan menjadi kunci penting agar pemberian bantuan sosial kepada kelompok penyandang disabilitas bisa dilakukan secara merata.
Sebelumnya, mekanisme pendataan yang valid ada kalanya belum seluruhnya menjangkau kaum disabilitas sehingga ada celah rencana aksi pemerintah terhadap penyandang disabilitas yang belum tepat sasaran.
Oleh karena itu, penyelenggaraan kegiatan pendataan awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) harus mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak.
Regsosek inilah yang kemudian menjadi solusi dan strategi bagi kaum disabilitas untuk menekan dampak kenaikan BBM agar mereka bisa dijangkau oleh kebijakan dan rencana aksi pemerintah.
Regsosek adalah sistem dan basis data seluruh penduduk yang terintegrasi hingga tingkat kelurahan.
Pelaksanaan ini menjadi sangat penting karena negeri ini belum memiliki data sosial ekonomi yang mencakup semua penduduk, termasuk penyandang disabilitas yang valid dan akurat, untuk penentuan target program pembangunan.
Dengan Regsosek ini, diharapkan bisa menangkap dinamika penyandang disabilitas yang tercakup dalam perubahan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pelayanan publik dengan program yang tepat kepada orang yang tepat di waktu yang tepat, dengan cara yang tepat.
Data hasil Regsosek ini akan menjadi Single Source of Truth, data rujukan untuk integrasi program perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi.
Apalagi bahwa pendataan Regsosek mencakup variabel yang dikumpulkan, yaitu kesehatan dan disabilitas, di samping kependudukan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial, perumahan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi.
Pendataan awal Regsosek ini akan menghasilkan data terpadu kependudukan, tidak hanya untuk program perlindungan sosial, tetapi juga data kondisi sosial ekonomi keluarga yang dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan yang lebih terarah.
Data yang dihasilkan nantinya dapat dimanfaatkan untuk pelayanan jemput bola bagi lansia atau disabilitas, peningkatan efektivitas program perlindungan sosial, basis data perencanaan inklusif dan advokasi, seperti untuk pembangunan infrastruktur, kebutuhan listrik, dan lainnya.
Data Regsosek juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kapabilitas penyandang disabilitas yang menjadi pelaku UMKM.
*) Angkie Yudistia adalah Staf Khusus Presiden RI.
Copyright © ANTARA 2022