Persediaan yang lebih ketat untuk minyak dan produk minyak bersama dengan risiko pasokan yang membayangi akan membuat harga tetap bergejolak

Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di sesi perdagangan Asia pada Senin sore, setelah China memperpanjang langkah-langkah likuiditas untuk membantu ekonominya yang dilanda pandemi, memicu harapan untuk prospek permintaan bahan bakar yang lebih baik dari importir minyak mentah utama dunia itu.

Harga minyak mentah berjangka Brent terangkat 81 sen atau 0,88 persen, menjadi diperdagangkan di 92,44 dolar AS per barel pada pukul 06.42 GMT, bangkit dari penurunan 6,4 persen minggu lalu.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 72 sen atau 0,84 persen, menjadi diperdagangkan di 86,33 dolar AS per barel, setelah mencatat penurunan 7,6 persen minggu lalu.

Bank sentral China memperpanjang pinjaman kebijakan jangka menengah yang jatuh tempo sambil mempertahankan suku bunga tidak berubah untuk bulan kedua pada Senin.

Analis mengatakan perpanjangan penuh adalah sinyal bahwa bank sentral akan terus mempertahankan kebijakan moneter yang longgar.

Negara itu juga berjanji untuk meningkatkan kapasitas pasokan energi domestik dan meningkatkan pengendalian risiko pada komoditas-komoditas utama termasuk batu bara, minyak dan gas, dan listrik, kata seorang pejabat senior Badan Energi Nasional, Senin.

Baca juga: Harga minyak di Asia turun tipis, tertekan prospek permintaan melemah

China akan lebih meningkatkan kapasitas cadangan untuk komoditas-komoditas utama, kata pejabat negara lain pada konferensi pers di Beijing.

Harga minyak mendapat dukungan dari kombinasi beberapa faktor, termasuk komentar Presiden China Xi Jinping di Kongres Partai yang meyakinkan kebijakan akomodatif untuk ekonomi, tanda positif untuk prospek permintaan, kata Analis CMC Markets, Tina Teng.

China diperkirakan akan merilis data perdagangan dan ekonomi minggu ini. Meskipun pertumbuhan PDB kuartal ketiga dapat pulih dari kuartal sebelumnya, kebijakan ketat COVID-19 Presiden Xi membuat ekonomi nomor dua dunia itu menghadapi apa yang kemungkinan besar akan menjadi tahun dengan kinerja terburuk dalam hampir setengah abad.

Ke depan, harga minyak diperkirakan akan tetap fluktuatif karena pengurangan produksi oleh OPEC+ akan memperketat pasokan menjelang embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia, sementara dolar AS yang kuat dan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve AS membatasi kenaikan harga.

Presiden The Fed St Louis James Bullard mengatakan pada Jumat (14/10/2022) inflasi telah menjadi "merusak" dan sulit untuk ditahan, dan menjamin kelanjutan kebijakan agresif melalui peningkatan suku bunga yang lebih besar dari tiga perempat poin persentase.

Negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu mereka, termasuk Rusia (OPEC+), pada Minggu (16/10/2022) berbaris untuk mendukung pengurangan produksi curam yang disepakati bulan ini setelah Gedung Putih meningkatkan perang kata-kata dengan Arab Saudi, menuduh Riyadh memaksa negara lain untuk mendukung langkah tersebut.

Baca juga: Harga minyak menguat tipis Asia, ditopang redanya penguatan dolar AS

OPEC+ berjanji pada 5 Oktober untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari, yang akan menyebabkan penurunan aktual sekitar 1 juta barel per hari karena beberapa anggota sudah berproduksi di bawah target mereka.

Meskipun demikian, eksportir utama Arab Saudi akan menjaga ekspor ke pasar utama Asia stabil pada November.

"Persediaan yang lebih ketat untuk minyak dan produk minyak bersama dengan risiko pasokan yang membayangi akan membuat harga tetap bergejolak," kata analis di ANZ Research dalam sebuah catatan.

Baca juga: BPS: Harga beberapa komoditas di tingkat global turun, termasuk sawit

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022