Jakarta (ANTARA News) - Amir Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Ustadz Abubakar Ba'asyir tidak memiliki aset dan rekening bank apapun, melainkan hanya memiliki baju koko, sorban, sarung dan sejumlah kitab, sehingga tuduhan Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) sangat tidak berdasar, kata Ketua Data dan Informasi MMI, Fauzan Al Anshori. "Kami meminta Departemen Keuangan AS agar dalam waktu satu kali dua puluh empat jam merinci rekening bank Abubakar yang katanya terkait dengan Al Qaidah itu," katanya di Jakarta, Sabtu. Jika permintaan itu tidak dipenuhi, pihaknya akan mengajukan nota protes keras karena Pemerintah AS telah melemparkan fitnah keji kepada Ustadz Abubakar Ba'asyir. "Dan kami menilai ini merupakan manuver kotor untuk mencari-cari alasan agar Ustadz ditahan lagi padahal pada 14 Juni 2006 Insya Allah Ustadz keluar (habis masa hukumannya-red.)", katanya. Menurut Fauzan, pihaknya akan bertemu langsung dengan Ustadz Ba'asyir yang kini menjalani tahanan dan menempati salah satu sel di Blok Masjid LP Cipinang untuk mengonfirmasi perihal tuduhan Departemen Keuangan AS itu. "Setahu saya, Abubakar Ba'asyr tidak pernah mempunyai rekening bank bahkan beliau pun tidak punya aset, seperti rumah dan kendaraan. Beliau itu hanya punya baju koko, sorban, sarung, dan sejumlah kitab. Rumah yang ditempati oleh keluarganya sekarang dipinjamkan oleh Pondok Pesantren Ngruki," katanya. Sehari sebelumnya, berbagai media massa Indonesia mengutip BBC News yang memberitakan perihal pembekuan apa yang disebut aset keuangan dan rekening milik Ustadz Abubakar Ba'asyir bersama tiga warganegara Indonesia lain yang dituduh terkait dengan terorisme oleh Departemen Keuangan AS (Treasury Department). Ketiga warganegara Indonesia lainnya itu adalah Gun Gun Rusman Gunawan (adik kandung Hambali-red.), Taufik Rifki dan Abdullah Anshori. Mengenai ketiga orang itu, Fauzan mengatakan, dirinya tidak mengenal mereka. Fauzan lebih lanjut mengatakan, apa yang dilakukan Departemen Keuangan AS itu adalah manuver keji AS menjelang pembebasan Ustadz Ba'asyir setelah sebelumnya Australia dan AS mengeluarkan travel warning (peringatan untuk tidak berkunjung-red.) ke Indonesia karena dikabarkan akan ada serangan bom pada 2 April lalu. "Ternyata serangan bom itu tidak ada," katanya. Padahal travel warning Pemerintah Australia dan AS itu telah memberikan dampak psikologis dan finansial bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, katanya. Menjawab pertanyaan tentang bagaimana seharusnya Pemerintah Indonesia menyikapi manuver-manuver asing menjelang selesainya masa hukuman Ustadz Ba'asyir, Fuazan hanya mengatakan, selama ini posisi Pemerintah RI lemah akibat posisi AS dan sekutunya yang kuat dalam apa yang disebut perang melawan terorisme. Kelemahan Pemerintah RI itu didukung fakta bahwa sejak era Presiden Megawati Soekarnoputeri, Ustadz Ba'asyir terus saja dikorbankan, katanya.(*)

Copyright © ANTARA 2006