tradisi "mambantai kabau nan gadang turun ka sawah" mengandung unsur kekompakan, kerja sama dan kolaborasi masyarakat di Solok Selatan.
Padang Aro (ANTARA) - Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat Syaifullah mendorong Pemerintah Kabupaten Solok Selatan mengusulkan tradisi "mambantai kabau nan gadang turun ka sawah" sebagai prosesi dimulainya turun ke sawah atau menanam padi secara serentak sebagai warisan budaya tak benda.
"(Tradisi) ini bisa diusulkan sebagai warisan budaya tak benda ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," katanya saat menghadiri perhelatan "makan gadang" atau makan bersama "mambantai kabau nan gadang" di Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Minggu.
Menurutnya, tradisi "mambantai kabau nan gadang turun ka sawah" mengandung unsur kekompakan, kerja sama dan kolaborasi masyarakat di Solok Selatan.
Syaifullah mengatakan, tradisi-tradisi di Sumatera Barat bukan saja harus dilestarikan, namun juga diwariskan kepada generasi muda. "Jika cuma dilestarikan tapi generasi tua tidak mewariskan ke yang muda, tentunya generasi muda tidak akan paham dan mengerti," ujarnya.
Sementara Wakil Bupati Solok Selatan, Yulian Efi, mengatakan agar tradisi "mambantai kabau nan gadang" ini bukan sekedar seremonial semata, tetapi harus memiliki makna dalam mendukung tatanan adat istiadat di Solok Selatan, khususnya Alam Surambi Sungai Pagu.
Sementara Sekretaris Umum Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Solok Selatan, Sudirman mengatakan pihaknya mendukung usulan Dinas Kebudayaan Sumbar agar tradisi "mambantai kabau nan gadang turun ka sawah" diusulkan sebagai warisan budaya tak benda.
"LKAAM sebagai lembaga yang mewadahi adat istiadat di Sumbar mendukung usul tersebut sehingga kelestariannya bisa terjaga," ujarnya.
Perhelatan adat seperti "mambantai kabau nan gadang untuk turun ka sawah" merupakan upaya mempertahankan tradisi dan membangkitkan semangat beradat di Solok Selatan.
Prosesi "mambantai kabau nan gadang untuk turun ka sawah" diawali dengan adanya kesepakatan empat suku di Alam Surambi Sungai Pagu, yakni Suku Melayu, Kampai, Panai dan Tigo Lareh, untuk "turun ke sawah" (menanam padi) secara bersama sebagai wujud kebersamaan agar terhindar hama sehingga hasil panen bisa meningkat.
Kemudian dilakukan iuran bersama untuk membeli kerbau yang akan disembelih. Setelah iuran dikumpulkan, dilanjutkan dengan pembelian kerbau yang dipilih oleh ninik mamak masyarakat Pauh Duo.
Setelah kerbau disembelih, dagingnya dibagikan kepada keempat suku dan dimasak untuk berdoa dan makan bersama yang digelar di Masjid 60 Kurang Aso Sungai Pagu.
Baca juga: Pertunjukan pawai budaya di sawah meriahkan Rang Solok Baralek Gadang
Baca juga: BPCB lakukan studi kalayakan cagar budaya tak bergerak
Baca juga: 73 rumah gadang di Solok layak jadi cagar budaya
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022