Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Arema FC memberikan perhatian kepada Muhammad Rusdi yang menjadi salah seorang pendukungnya yang telantar pascatragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Menurut Asisten pelatih Arema FC Kuncoro, Arema baru mengetahui pemuda 17 tahun asal Probolinggo itu telantar di area Stadion Kanjuruhan sejak dua hari lalu melalui media sosial.

"Saat dicari, awalnya tidak ditemukan. Tapi kemudian semalam mendapat kabar bahwa yang bersangkutan diantar kawan-kawan Aremania ke pondok. Saya kemudian mengajak pemain untuk menemuinya," kata Kuncoro di Kabupaten Malang, Kamis.

Kuncoro mengaku terenyuh saat mendengar cerita Rusdi yang enggan pulang ke Probolinggo tersebut, apalagi informasi yang dia terima menyebutkan Rusdi anak yatim piatu.

Namun, akhirnya dia lega karena Rusdi setuju tinggal di Pondok Pesantren Darul Mustofa di Malang Selatan.

Sejumlah pemain menemui Rusdi, diantaranya kapten tim Johan Ahmat Farizie dan Jayus Hariono.

"Bagi kami, Rusdi sosok yang luar biasa. Ia bukan orang Malang, tapi mau ke Malang untuk melihat Arema FC," kata Kuncoro.

Baca juga: Kompolnas sebut soal gas air mata masih dalam tahap pembahasan

Dia menambahkan, Arema FC akan memastikan klub akan terus membantu Rusdi, bukan hanya untuk saat ini saja, tetapi juga untuk kelanjutan hidupnya di kemudian hari.

"Kami upayakan untuk membantunya, tidak hanya saat ini. Karena bagi kami, ia sudah menjadi bagian dari keluarga Arema FC," kata Kuncoro.

Rusdi menceritakan bahwa dia berangkat ke Malang untuk menonton pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya bersama kedua temannya.

Namun, ketiga rekannya turut menjadi korban dalam Tragedi Kanjuruhan yang merenggut 132 nyawa tersebut. Ia sempat akan pulang ke Probolinggo, namun kemudian mengurungkan niatnya.

"Saya berangkat bersama teman, namun teman saya sudah tidak ada semua. Saya tidak berani pulang. Teman-teman saya sudah tidak ada," kata dia.

Pada Sabtu (1/10), terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya yang berakhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk area lapangan.

Kerusuhan semakin membesar ketika flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau mereka hingga akhirnya menggunakan gas air mata.

Akibat kejadian itu, 132 orang dilaporkan meninggal dunia akibat patah tulang, trauma di kepala dan leher dan asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, ratusan orang mengalami luka berat dan ringan.

Baca juga: FIFA, AFC prioritaskan keamanan Liga Indonesia-Piala Dunia U-20

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2022