Solo (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengatakan DPR hingga saat ini masih mencari formulasi yang tepat terkait tata cara pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang dilakukan setiap lima tahun sekali.
Termasuk mengenai wacana pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden yang sudah lama terlontar, kata Aria Bima di Solo, Jawa Tengah, Kamis.
"Hal ini sudah lama menjadi bahasan, baik di akademis kampus maupun ranah politik DPR RI. Kami terus mencari sistem demokrasi yang tepat, kenapa setiap lima tahun kami bahas, ya karena selalu mengevaluasi terhadap pelaksanaannya," kata dia usai kegiatan Sosialisasi Program KUR.
Ia mengatakan wacana pemilu tersebut untuk pelaksanaan pemilihan presiden maupun kepala daerah.
"Itu bukan wacana baru, dari berbagai dimensi kami melihat, baik legitimasi dan efisiensi anggarannya. Bagaimana penggunaan berbagai cara untuk mendapatkan legitimasi 'electoral focus'," katanya.
Baca juga: Aria Bima tanggapi isu ijazah palsu Presiden Jokowi
Baca juga: Aria Bima ajak jemaah Khilafatul Muslimin paham empat pilar kebangsaan
Pada prinsipnya, menurut dia, dalam berdemokrasi Bangsa Indonesia masih perlu mencari formulasi yang paling pas dan paling baik.
"(Tujuannya) minimal dapat pemimpin yang tidak jelek. Tapi sistem ini bukan statis atau tidak bisa dievaluasi. Kami masih cari mana yang terbaik," katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto mengatakan wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan langkah mundur.
"Esensi demokrasi itu partisipasi, kalau partisipasi dibatasi itu bukan demokrasi. Dan yang diperlukan kita adalah perbaikan dan penyempurnaan, bukan pembatalan," katanya.
Ia mengatakan saat ini proses perbaikan dan penyempurnaan sudah terjadi dan berjalan cukup baik, di antaranya melalui aturan masa kampanye dan pilkada serentak untuk meminimalkan kebutuhan anggaran.
"Itu sudah dilakukan, sudah 'on the track', bukan malah balik lagi karena itu langkah mundur. Nanti malah jadi oligarki. Berpusat pada politik yang ditentukan oleh elite, nggak (tidak setuju)," katanya di Solo, Jawa Tengah, Rabu (12/10).
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022