Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna untuk membuktikan di persidangan jika merasa isi dakwaan jaksa yang menyebut namanya tidak benar.

"Sebagai warga negara yang baik, silakan nanti hadir di persidangan dan sampaikan di hadapan majelis hakim jika merasa fakta tersebut tidak benar," kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri di Jakarta, Kamis.

Dalam surat dakwaan Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG), Jaksa Penuntut Umum KPK menyebut ada dana komando (DK/Dako) kepada Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar dari pengadaan helikopter VIP/VVIP AgustaWestland (AW)-101.

Baca juga: Jaksa KPK: Ada dana komando Rp17,733 miliar untuk Kasau Agus Supriatna

Lebih lanjut, Ali menegaskan surat dakwaan tim Jaksa KPK disusun berdasarkan hasil penyidikan yang sah dan akan dibuktikan di persidangan secara terbuka.

"Publik pun kami ajak untuk ikuti dan kawal proses persidangannya yang terbuka untuk umum," ucap Ali.

KPK pun meyakini dengan kecukupan alat bukti yang diperoleh selama proses penyidikan perkara korupsi pengadaan helikopter AW-101 tersebut.

Baca juga: KPK tegaskan pemanggilan mantan Kasau tetap gunakan prosedur sipil

Selain itu, KPK juga sudah memberi kesempatan kepada saksi Agus Supriatna untuk hadir pada proses penyidikan. KPK telah memanggil mantan Kasau itu pada tanggal 8 dan 15 September 2022, tetapi yang bersangkutan tidak menghadiri panggilan tersebut.

KPK juga menyayangkan pernyataan kuasa hukum Agus Supriatna soal isi dakwaan yang menyebut nama kliennya tersebut sangat tendensius.

"Membangun narasi dan tuduhan serampangan di ruang publik terhadap kerja tim jaksa sama sekali tidak bermakna sebagai pembuktian," ucap Ali Fikri.

KPK pun menegaskan tuduhan tanpa dasar oleh kuasa hukum terhadap hasil penyidikan KPK tersebut dikhawatirkan dinilai sebagai bentuk kepanikan dan justru bisa merugikan klien.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022