Jakarta (ANTARA) - Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Krisdianto mengatakan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) untuk memastikan bahwa produk kayu Indonesia diproduksi lewat sumber legal dan pengelolaan yang lestari.
Dalam diskusi virtual Pojok Iklim diikuti dari Jakarta, Rabu, Krisdianto mengatakan bahwa tidak cukup memastikan produk kayu itu legal, yang berarti tidak dihasilkan dari penebangan liar, tetapi juga harus berkelanjutan dan dari pengelolaan lestari.
Baca juga: Wamen LHK: SVLK untuk jamin pengelolaan hutan secara berkelanjutan
"Pada saat COP-26 di Glasgow itu paradigma SVLK juga sudah berubah, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian," kata Krisdianto dalam diskusi membahas mendorong perdagangan kayu dari perhutanan sosial itu.
Hal itu, kata dia, dilakukan untuk memastikan bahwa tidak hanya produk kayu itu berasal dari sumber legal tetapi juga berkelanjutan dimulai dari hulu.
"Indonesia telah melakukan kerja sama dengan Uni Eropa dalam bentuk FLEGT-VPA, yang merupakan bagian dari rencana aksi Uni Eropa menanggulangi praktik pembalakan liar dan perdagangannya," kata dia.
Baca juga: KLHK: SLVK jadi rujukan bagi promosi komoditas bersertifikat lestari
Baru-baru ini, menurut dia, Komisi VI DPR RI juga menyepakati ratifikasi FLEGT-VPA dengan Inggris yang dilakukan melalui Peraturan Presiden.
"Untuk pembuktian bahwa produk yang dihasilkan Indonesia berasal dari sumber yang legal dan lestari, KLHK bersama kementerian teknis terkait melibatkan stakeholder mengembangkan sistem SVLK," katanya.
Verifikasi SVLK, kata dia, dilakukan oleh lembaga independen terakreditasi demi memastikan verifikasi yang independen.
Baca juga: APHI dukung upaya pemerintah perluas pengakuan SVLK di tingkat global
"Hal inilah yang menjadi tingginya keberterimaan SVLK di dunia internasional termasuk di Uni Eropa dan negara-negara lain," tuturnya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022