sebuah gerakan membangun ekosistem untuk merubah perilaku masyarakat
Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengklaim selama empat tahun program zero waste atau bebas sampah sudah mampu mengurangi ketergantungan membuang sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok Lombok Barat sebanyak 1,9 juta ton dari total 3,9 juta ton sampah.

"Jadi sejak empat tahun pelaksanaan zero waste kita sudah mengurangi beban sampah di landfill sebanyak 1,9 juta ton dari total 3,9 juta ton sampah. Bisa dibayangkan kalau tidak ada zero waste, maka TPA kita akan terbebani," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Julmansyah seusai kegiatan diskusi empat tahun program zero waste di Mataram, Selasa.

Ia menjelaskan program zero waste yang diluncurkan pada 2018 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tersebut, merupakan sebuah gerakan membangun ekosistem untuk merubah perilaku masyarakat agar membuang sampah dengan cara memilah antara sampah organik dan anorganik dimulai sejak dari rumah sehingga tidak membebani TPA.

"Selama ini sampah yang terbuang ke TPA itu bercampur antara organik dan anorganik, sehingga apa yang terjadi landfill jadi bau, muncul gas metan, banyak lalat yang kemudian itu menjadi sumber penyakit bagi masyarakat sekitar. Belum lagi gas metan ini menjadi penyebab gas rumah kaca. Tapi dengan zero waste, kita sudah meminimalisir hal itu," ujarnya.

Baca juga: 325 lingkungan di Mataram diedukasi pemilahan sampah dari rumah
Baca juga: Wagub NTB dorong penuntasan sampah di DPSP Mandalika

Menurut dia untuk mengatasi persoalan sampah, Pemprov NTB tidak mungkin hanya mengandalkan TPA Regional Kebon Kongok untuk menampung sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat, sebab TPA itu sudah kelebihan kapasitas. Dalam sehari saja total sampah yang dibuang ke TPA itu, mencapai 300 ton dengan ketinggian sudah mencapai 30 meter.

"Kita sudah revitalisasi, tetap enggak akan bisa. Karena apa, daya tampungnya sudah tidak memungkinkan," terang Julmansyah.

Untuk mengurangi beban sampah di TPA Kebon Kongok, pihaknya telat membangun Pusat Pengelolaan Sampah Terpadu (PPST) di Lemer Kecamatan Sekotong Lombok Barat.

Pabrik limbah B3 ini memiliki alat incinerator yang mampu mengolah sampah sebanyak 250 kilogram per jam. Bahkan, keberadaan PPST Lemer ini diharapkan mampu mengolah limbah B3 dari NTT dan Bali.

"Keberadaan PPST Lemer ini penting bagi kita. Karena dari dari 10 incinerator di Indonesia yang dihibahkan oleh KLHK, hanya NTB yang sudah jalan. Yang lainnya belum ada yang jalan," katanya.

Baca juga: Pemprov NTB siap realisasikan pengurangan sampah plastik
Baca juga: Pemprov NTB dukung Mataram jadi pusat pengolahan sampah metode BSF

Selain itu, menurutnya program zero waste telah mampu mengubah kesadaran masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah. Salah satu contoh keberhasilan-nya pembangunan bank sampah di 482 desa di NTB. Kemudian 52 bank sampah mandiri dan terbangunnya pengelolaan maggot atau lalat hitam di 25 titik. Bahkan, Kota Mataram sampai membuat maggot center.

"Sebelum ada zero waste itu tahun 2018 penanganan sampah kita hanya 1,85 persen. Kecil sekali, karena tidak ada gerakan. Kalau pun ada mungkin selama ini pemulung saja. Tetapi begitu ada zero waste naik angkanya 10,08 persen di 2022. Jadi, kenaikannya lima kali lipat. Kenapa karena ada ekosistem sudah terbentuk," terang mantan Kepala Perpustakaan dan Arsip NTB ini.

Baca juga: BSL Kota Mataram tambah kandang maggot

Baca juga: DLH Mataram optimistis sumbang PAD Rp360 juta dari budi daya maggot

Baca juga: DLH Mataram rancang pengembangan budidaya maggot di 50 kelurahan

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022