Jakarta (ANTARA) - Selayaknya bayi yang baru lahir, industri kecil kerap membutuhkan bantuan untuk melakukan berbagai aktivitas. Namun, jumlahnya yang mencapai 93 persen dari total industri yang beroperasi di Indonesia, membuat industri kecil tak boleh dipandang sebelah mata.
Di era Pemerintahan Joko Widodo, industri kecil nasional mendapat tempat istimewa. Sebagaimana anak emas, industri kecil diberi berbagai fasilitas untuk dapat bertahan dan berjalan sebagaimana 6 persen industri menengah dan 1 persen industri besar lainnya.
Era keemasan industri kecil semakin terasa ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Presiden Joko Widodo sigap menggelontorkan berbagai insentif kepada "anak emasnya", salah satunya Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp2,4 juta, yang membuat UKM mampu bertahan di tengah badai pandemi.
Tak sampai di situ, pemerintah secara konsisten berpihak pada keberlangsungan hidup industri kecil. Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) menjadi afirmasi bahwa industri kecil terus difasilitasi agar semakin bersinar. Presiden Jokowi menggerakkan seluruh kementerian/lembaga, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggerakkan industri kecil di berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, pemerintah mengalokasikan Rp400 triliun anggaran belanja pemerintah untuk belanja produk UKM melalui katalog elektronik berupa e-katalog yang dikelola Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP).
Untuk masuk dalam e-katalog dan memperoleh peluang lebih besar dipilih para pejabat pembuat komitmen (PPK) di kementerian/lembaga, industri kecil perlu memiliki sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Sertifikat TKDN Gratis
Presiden Joko Widodo membidik sejuta industri kecil memiliki sertifikat TKDN secara gratis agar memiliki peluang untuk masuk dalam pengadaan barang pemerintah daerah maupun pusat. Sebagai pembina industri, Kementerian Perindustrian mempersiapkan regulasi untuk memuluskan perintah presiden itu.
Salah satu yang dilakukan adalah merevisi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 57 Tahun 2006 tentang Penunjukan Surveyor sebagai Pelaksana Verifikasi Capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri atas Barang Jasa Produksi Dalam Negeri.
Aturan yang dibuat 15 tahun lalu itu dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini, di mana hanya ada dua surveyor yang diizinkan untuk mengeluarkan sertifikat TKDN produk industri. Awalnya, jumlah surveyor tersebut dibatasi agar memudahkan Kemenperin melakukan pengawasan. Selain itu, menilai TKDN sama saja dengan membedah isi perut sebuah produk, yang kerap menjadi rahasia perusahaan.
Namun, dengan jumlah produk industri yang saat ini diperkirakan mencapai 88.000 jika dihitung berdasarkan kode Harmonized System (HS) dan baru 27.000 produk yang memiliki sertifikat TKDN hingga 2022, jumlah surveyor tersebut dinilai perlu ditambah.
Sehingga Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 43 Tahun 2022. Permenperin itu mengatur tentang Tata Cara Penunjukan Lembaga Verifikasi Independen dan Pengenaan Sanksi Administratif Dalam Rangka Penghitungan dan Verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri.
Permenperin yang baru tersebut memungkinkan lembaga survei lainnya untuk turut menilai kandungan TKDN suatu produk, Kendati demikian, lembaga survei tersebut perlu dipastikan kesiapannya oleh Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P4DN) Kemenperin, baik dari sisi kelengkapan alat, kapasitas sumber daya manusia, hingga kapabilitas badan usahanya.
Selain itu, poin lain yang terkandung dalam Permenperin itu, yakni industri kecil memungkinkan melakukan self assessment atau penilaian sendiri kandungan TKDN dalam produknya. Kemenperin memberikan panduan lengkap dalam mengisi penilaian tersebut, baik tutorial tulis maupun video melalui aplikasi Youtube.
Self assessment perlu dilakukan secara benar dan bertanggung jawab oleh pelaku industri kecil, karena jika produknya masuk dalam pengadaan pemerintah, maka kandungan TKDN itu akan diverifikasi ulang.
Dengan bertambahnya lembaga survei penilai TKDN dan adanya self assessment, Kemenperin berharap dapat mempercepat satu juta industri kecil dalam memperoleh sertifikat TKDN secara gratis. Kendati demikian, Kemenperin tidak dapat mewujudkannya sendiri. Dibutuhkan dukungan dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar sang anak emas bisa merangkak menuju kesuksesan.
Data terintegrasi
Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian mencatat sebanyak 30.169 produk lokal yang memiliki sertifikat TKDN tayang otomatis di e-katalog Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) hingga 26 Agustus 2022.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan P3DN dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gernas BBI pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; tayangnya produk dalam negeri pada katalog etalase TKDN adalah salah satu bentuk interkoneksi data yang dilakukan Kemenperin.
Untuk itu, tayangnya 30.169 produk dalam negeri tersebut merupakan upaya untuk mendukung penambahan serta penjualan produk dalam negeri.
Terdapat dua dimensi manfaat yang ingin dituju dalam interkoneksi data di dalam Katalog Etalase TKDN tersebut, yakni bagi penyedia produk dalam negeri, Kemenperin menawarkan kemudahan proses pendaftaran untuk masuk dalam katalog sektoral TKDN.
Produk dengan nilai TKDN tinggi juga ditampilkan di halaman awal katalog sebagai bentuk dukungan kepada produsen yang banyak menggunakan komponen dalam negeri.
Selain itu, interkoneksi data juga akan mempermudah pengguna untuk mendapatkan informasi produk dalam negeri bersertifikat TKDN dalam satu katalog khusus.
Penyedia yang sudah memiliki sertifikat TKDN dapat langsung mendaftar melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), di mana LPSE Kemenperin kemudian akan melakukan proses verifikasi dan aktivasi akun.
Dalam proses itu, LPSE Kemenperin juga akan memastikan calon penyedia bisa memasukkan data produk yang telah memiliki nilai TKDN, sehingga produk tersebut dapat masuk dalam Katalog Etalase TKDN.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memiliki keinginan untuk menghapus produk impor dari daftar e-katalog, jika produk impor serupa telah dapat diproduksi di dalam negeri. Keinginan tersebut jelas menunjukkan dukungan pemerintah agar industri dalam negeri, termasuk sektor industri kecil, dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Menjadi anak emas tidak lantas membuat industri kecil bermanja-manja, karena sebagian dari mereka membuktikan diri untuk bisa naik kelas dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas produksinya.
Hal itu tentu menjadi cambuk bagi pelaku industri kecil lainnya untuk terus merangkak naik, memaksimalkan berbagai potensi dan fasilitas yang diberikan pemerintah, hingga satu saat dapat berdiri di atas kaki sendiri.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022