Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajaran menteri untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan karena tekanan krisis finansial global yang semakin tinggi, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Wujudnya lebih besar dari krisis di 1998, di mana krisis di 1998 itu di beberapa negara ASEAN, tentu presiden juga mengingatkan untuk ambil kebijakan secara berhati-hati,” kata Airlangga usai sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa.
Menurut Airlangga, saat ini ketahanan eksternal Indonesia cukup kuat. Nilai tukar rupiah memang mencatatkan depresiasi hingga enam persen. Namun, pergerakan Rupiah masih lebih kuat dibanding mata uang negara-negara dengan lain.
“Relatif lebih tinggi dibanding negara lain termasuk Kanada, Swiss, Thailand, Nepal juga termasuk Inggris sehingga relatif Indonesia lebih moderat dibandingkan beberapa negara lain,” kata dia.
Baca juga: Airlangga: Indonesia jaga konektivitas global melalui Presidensi G20
Airlangga juga merinci beberapa indikator ketahanan eksternal seperti indeks volatilitas kurs yang sebesar 30,49, dan juga premi risiko investasi (credit default swap/CDS) Indonesia yang lebih rendah dari Meksiko, Brasil, Turki dan Afrika Selatan.
Airlangga mengatakan pemerintah masih optimis ekonomi Indonesia tetap tumbuh. Di 2023, ia memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di rentang 4,8-5,2 persen.
Pemburukan situasi ekonomi global juga disampaikan Presiden Joko Widodo hari ini setelah menerima laporan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang sedang berada di Washington DC, Amerika Serikat.
Presiden menyebut banyak negara yang mengajukan permohonan bantuan keuangan terhadap Dana Moneter Internasional (IMF).
"Tadi pagi saya mendapatkan telpon dari Menteri Keuangan dari Washington DC. Beliau menyampaikan sudah 28 negara antri masuk sebagai pasien IMF," kata Presiden saat membuka Kongres XII Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Munas XI Persatuan Istri Veteran Republik Indonesia (Piveri) Tahun 2022.
Jokowi mengatakan kondisi ekonomi global saat ini semakin sulit karena dampak pandemi COVID-19 dan perang Rusia dan Ukraina yang menimbulkan disrupsi rantai pasok pangan, energi dan berimbas pada krisia finansial.
Jokowi juga menyebutkan saat ini terdapat 66 negara pada posisi rentan untuk kolaps akibat situasi global yang tidak mudah dan sulit diprediksi.
"Lembaga-lembaga internasional menyampaikan 66 negara berada pada posisi yang rentan untuk kolaps. Saat ini 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan akut dan kelaparan. Artinya ada krisis pangan," kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Menko Airlangga sayangkan keputusan OPEC+ pangkas produksi minyak
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022