Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto berharap pondok pesantren terus memberikan kontribusi positif bagi Indonesia karena tantangan yang akan dihadapi bangsa ke depan cukup besar.
"Saat memperjuangkan kemerdekaan, para ulama dan syuhada menghadapi musuh yang wujudnya sangat jelas, yaitu tentara Belanda, Jepang, Inggris. Namun, saat ini musuh yang dihadapi adalah narkoba, minuman keras, dan dekadensi moral," kata Yandri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Yandri menyampaikan hal itu saat mengikuti tablig akbar Maulid Nabi Muhammad Saw dan Milad ke-25 Pondok Pesantren Al Mubarok di Kota Serang, Banten, Senin (10/10) malam.
Yandri berharap Ponpes Al Mubarok dapat membentengi generasi muda bangsa Indonesia dari penyakit masyarakat, seperti narkoba, perilaku lesbian, gay, biseksual, dan trans-seksual (LGBT), serta minuman keras.
Baca juga: IPNU Jatim apresiasi program Pesantren Ramah Anak PWNU
Dia tidak ingin Banten yang disebut sebagai "serambi Mekah di Pulau Jawa" tercemar dengan berbagai penyakit sosial, karena peredaran narkoba di wilayah tersebut sudah masuk kategori zona merah serta perkembangan minuman keras dan perilaku LGBT cukup mengkhawatirkan.
"Ponpes Al Mubarok sudah membuktikan dengan kiprah dan kontribusinya selama seperempat abad usianya. Kalau ada penghargaan tingkat nasional, saya akan mengusulkan Ponpes Al Mubarok karena layak mendapat penghargaan itu," jelasnya.
Selain itu, Yandri meminta Pemerintah harus memperhatikan keberadaan pondok pesantren dan madrasah sehingga keberadaan lembaga pendidikan berbasis agama Islam itu jangan sampai dianaktirikan. Menurutnya, pondok pesantren dan madrasah adalah pencetak dan penggembleng akhlak anak bangsa dari berbagai macam penyakit masyarakat.
Turut hadir dalam acara tablig akbar tersebut antara lain pengasuh Ponpes Al Mubarok K.H. Mahmudi, pimpinan Ponpes Al Mubarok Syaiful Umam, Wali Kota Serang Syafruddin, dan Kepala Kantor Kemenag Kota Serang Abdul Rojak.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin minta ekonomi syariah masuk ke kurikulum pesantren
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022