Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kedokteran jiwa Azhari Cahyadi Nurdin mengatakan psikoterapi perlu dibarengi dengan motivasi kuat dari dalam diri untuk berjuang dan pulih.

"Psikoterapi adalah suatu bentuk terapi antara dokter atau psikolog dengan pasiennya untuk berbicara dan berdiskusi. Kita akan bersama mendiskusikan masalah, keluhan yang dihadapi pasien," kata dr. Azhari yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), dalam sebuah diskusi daring oleh RS Jiwa Prof. DR. Soerojo Magelang, Senin.

"Psikoterapi dianjurkan bagi pasien yang memiliki keinginan untuk berubah lebih baik dari dalam dirinya, sehingga ketika berdiskusi menjadi enak, dan merasa memiliki alternatif dalam memecahkan masalahnya. Untuk itu, harus ada usaha yang dilakukan," ujarnya menambahkan.

Baca juga: Perlukah beri batasan untuk "self-healing"?

Lebih lanjut, dr. Azhari mengatakan melalui terapi ini, terapis akan mencoba mengidentifikasi serta mengubah perasaan, emosi dan suasana hati, pikiran, serta perilaku pasien yang mengganggu dan membuat pasien merasa tertekan.

Terapis juga akan membantu pasien mempelajari cara mengendalikan hidup serta menghadapi situasi yang menantang dengan cara yang lebih sehat dan efektif.

Harapannya, psikoterapi dapat membantu pasien memahami diri sendiri dengan lebih baik serta memberikan pasien kekuatan untuk mengatasi stres atau masalah psikologis lain dengan cara yang lebih sehat.

Adapun dr. Azhari menjabarkan beberapa jenis psikoterapi yang bisa dijalani sesuai dengan kebutuhan. Pertama, ada terapi kognitif dan perilaku (cognitive-behavioral therapy/CBT) yang akan dibantu untuk mendeteksi pola pikir atau perilaku tidak sehat yang menjadi sumber masalah dalam hidup pasien.

"Lewat terapi ini, diharapkan bisa mengubah cara berpikir dan perilaku untuk menjadi lebih positif. Prosesnya membutuhkan waktu, maka dari itu, diperlukan keinginan kuat juga dari pasien untuk berusaha bangkit bersama," kata dokter yang juga terhimpun dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut.

Selanjutnya, ada terapi psikodinamik dan psikoanalitik, yang biasanya dilakukan pada kasus-kasus dimana ada kaitannya dengan peristiwa atau trauma masa lalu. "Lewat proses diskusi ini, kita diajak menyelami masa lalu, tujuannya untuk refleksi dan berdamai dengan masa lalunya," kata dia.

Yang ketiga, adalah terapi humanistik, yang fokus pada pengembangan potensi diri. Dalam proses ini, pasien akan diajak untuk mengenal dirinya lebih jauh, sisi positif dalam diri, dan apa yang harus ditingkatkan sehingga ia bisa menjadi pribadi yang mampu melakukan sesuatu dengan penuh makna.

"Perlu diingat, bahwa pada prinsipnya, psikoterapi membutuhkan waktu. Mengubah cara berpikir lebih positif, pola perilaku yang lebih adaptif, itu butuh waktu. Tidak bisa melalui satu kali pertemuan saja," kata dr. Azhari.

"Yang efektif minimal 5 hingga 8 kali pertemuan dengan durasi 30-60 menit per sesi, yang dilakukan rutin, tergantung tingkat kebutuhannya. Dalam kasus yang lebih kompleks, bisa butuh waktu lebih panjang, bahkan bertahun-tahun, sehingga motivasi dalam diri penting," imbuhnya.

Baca juga: Gangguan kesehatan mental yang kerap muncul saat pandemi dan solusinya

Baca juga: Terapi keluarga dapat bantu pemahaman kesehatan mental antar generasi

Baca juga: Psikolog soroti penting sosialisasi kesehatan mental di akar rumput

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022