Orang dewasa yang ada di sekitar remaja, entah itu orangtua atau kerabat terdekat lain, punya andil dalam membantu menjaga kesehatan jiwa remaja dengan bermodal kepekaan dalam melihat gerak-gerik remaja.
Baca juga: Mengenal pola asuh otoritatif yang mampu kembangkan potensi anak
"Sebagai keluarga atau orang dewasa yang ada di sekeliling anak, kita perlu lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada anak atau remaja," kata psikolog klinis anak dan remaja Winny Suryania kepada ANTARA via surel, Senin.
Psikolog yang bekerja di Sekolah Cikal ini mengatakan orangtua atau orang dewasa di sekitar anak perlu lebih peka dalam mendeteksi adanya perubahan yang terjadi pada anak atau remaja.
Sebagai contoh, perubahan sikap dari anak yang bersemangat dalam beraktivitas menjadi ingin tidur-tiduran saja atau bermain game di komputer dan handphone.
Contoh lainnya adalah perubahan suasana hati di mana anak atau remaja tampak mudah marah atau sedih. Perubahan juga bisa terlihat dari cara berkomunikasi anak.
Baca juga: Orang tua garda terdepan lindungi anak dari kejahatan siber
"Misalnya juga dari senang bercerita menjadi lebih tertutup dan lebih memilih untuk menyendiri terus menerus," kata psikolog dari Universitas Indonesia itu.
Ketika orang dewasa atau orangtua sudah peka terhadap perubahan anak, langkah selanjutnya adalah membangun komunikasi yang sehat dengan anak atau remaja.
Caranya? Menurut Winny, perlu ada waktu khusus untuk bercerita dengan anak. Topiknya apa saja, mulai dari kehidupan anak, keseharian orangtua hingga berita yang ada di lingkungan sekitar.
"Komunikasi ini tentunya perlu dijaga terus menerus dan tidak hanya dilakukan satu atau dua kali saja," ujar dia.
Meluangkan waktu luang untuk bercengkerama saja tidak cukup, Winny mengajak orangtua atau orang dewasa di sekitar anak dan remaja untuk mengajak mereka melakukan aktivitas yang melibatkan motorik.
"Misalnya olahraga bersama, jalan, piknik dan sebagainya karena kesehatan mental juga dijaga melalui kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur," ujar dia.
Selama pandemi, ada berbagai masalah yang kerap muncul pada remaja, seperti penurunan melakukan minat, kehilangan motivasi pada kegiatan atau pembelajaran.
Selain itu, kurang berkembangnya keterampilan sosial yang seharusnya sudah dimiliki oleh anak pada usianya di mana hal ini juga dapat mempengaruhi kondisi emosional mereka.
Baca juga: Perlukah beri batasan untuk "self-healing"?
Baca juga: Psikolog ungkap perlunya menerima emosi negatif
Baca juga: Ten2Five angkat isu kesehatan mental lewat lagu "Sirna"
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022