Jakarta (ANTARA) - Anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Suaeb Mahbub mengharapkan ada gerakan ritus budaya untuk mengatasi problematika di pesisir Jakarta Utara.
Salah satu problematika pesisir seperti di Kampung Nelayan Marunda atau Marunda Kepu saat ini adalah bergesernya ladang ikan (fishing ground) akibat sampah dari hulu yang mengendap ke perairan di hilir dan menyebabkan laut tercemar.
"Ritus budaya adalah bagian dari akhlakul karimah, misalnya 'nyadran' atau sedekah laut atau sedekah bumi," kata Suaeb saat mengunjungi lingkungan RT 08/RW 07 Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu.
Ini jangan dipandang dari fanatisme-fanatisme tertentu. "Tapi pandanglah sebagai bagian dari akhlakul karimah," katanya.
Menurut Suaeb, masyarakat yang teredukasi dengan akhlakul karimah melalui ritus budaya ini akan berupaya keras menjaga ekosistem perairan di sekitarnya, bukan hanya karena itu keramat.
"Itu sebabnya nenek moyang kita dulu mengeramatkan pohon atau gundukan tanah, kalau itu tidak dikeramatkan, khawatir regulasi itu mudah merusak ekosistem yang sudah ada," katanya.
Baca juga: Seniman DKJ gemakan kolaborasi atasi masalah pesisir Jakarta Utara
Akhirnya pohon atau gundukan tanah dihilangkan. "Kita tidak lagi punya pohon, alam mulai berubah karena pembangunan yang tidak terkendali," kata Suaeb.
Suaeb mengatakan, ketiadaan ritus budaya menyebabkan kehidupan nelayan saat ini mulai bereinkarnasi karena lautnya sedang terganggu berbagai faktor. Mulai dari cuaca buruk, pencemaran laut oleh endapan sampah yang mengakibatkan ekosistem biota laut bergeser jauh dari area permukiman nelayan.
Akibatnya, terjadilah krisis pangan. Karena penghasilan melaut terus berkurang akibat ladang ikan (fishing ground) kian menjauh. Ketika terjadi pergeseran "fishing ground", bergeser pula modal-modal dan bekal dari nelayan.
'Jangan sampai nelayan itu beralih profesi menjadi pemulung atau buruh serabutan, sementara potensi dan kapasitas dia (masyarakat pesisir) ada di situ (nelayan)," kata Suaeb.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022