Jakarta (ANTARA) - Perubahan iklim yang membuat suhu bumi naik menjadi ancaman serius bagi seluruh umat manusia di planet ini, terkhusus mereka yang bermukim di wilayah pesisir, yang langsung berhadapan dengan laut.
Kenaikan muka air laut akibat dampak perubahan iklim telah menenggelamkan banyak daratan dan memaksa manusia untuk pindah. Beberapa orang yang bertahan terus berupaya agar air laut tak menggerus rumah dan tanah mereka, salah satunya melalui benteng alami hutan mangrove.
Berlokasi di muara sungai Kaliadem, Muara Angke, Jakarta Utara, sejumlah warga telah membudidayakan mangrove selama 14 tahun terakhir. Total ada 72 ribu pohon mangrove berbagai jenis yang telah mereka tanam di lahan seluas lebih kurang dua hektare tersebut.
Pegiat mangrove Samsu Alam atau akrab disapa Ancu menggunakan tiga teknik penanaman mangrove di muara sungai Kaliadem, yaitu sistem penanaman langsung, sistem bronjong, dan sistem guludan.
Teknik penanaman langsung adalah cara terbaik untuk menanam mangrove karena tingkat keberhasilan tumbuhnya tinggi. Buah mangrove yang telah mengalami perkecambahan dari jenis Rhizophora atau biasa disebut propagul terbilang mudah untuk ditanam.
Propagul ditanam terlebih dahulu di dalam pot atau polybag. Proses ini memerlukan waktu sekitar dua bulan untuk menumbuhkan akar bibit mangrove sebelum akhirnya ditanam di kawasan muara dan pesisir.
Selanjutnya, teknik guludan merupakan salah satu solusi metode penanaman mangrove pada lahan yang tergenang air laut. Bilah-bilah bambu disusun menjadi pagar untuk membatasi mangrove agar tidak tersapu gelombang maupun sampah.
Warga Muara Angke telah menerapkan teknik guludan untuk penanaman mangrove selama empat tahun terakhir karena kawasan yang ditanami mangrove tersebut berhadapan langsung dengan Teluk Jakarta. Tingkat keberhasilan tumbuh melalui tenik ini 70 sampai 80 persen.
Kemudian, ada teknik bronjong yang menggunakan bambu sebagai tiang pancang yang ditancapkan ke dalam lumpur. Bibit mangrove ditanam di dalam bronjong.
Teknik penanaman mangrove melalui metode bronjong hanya cocok ditanam di wilayah pesisir yang tidak berhadapan langsung dengan ombak, seperti pinggiran muara. Warga Muara Angke menerapkan teknik ini sejak awal 2022 dengan proyek pencontohan 50 batang.
Lokasi tanam yang berhadapan langsung dengan laut membuat bibit mangrove yang ditanam melalui teknik bronjong mati karena terhempas angin barat yang disertai gelombang tinggi.
Awalnya, Ancu tahu mengenai teknik itu setelah melihat di Google.
Manfaat mangrove
Keberadaan hutan mangrove di muara sungai Kaliadem telah melindungi penduduk setempat dari ancaman air laut pasang, angin kencang, dan abrasi.
Sebelum Tahun 2008, penduduk yang bermukim di tepi muara sungai Kaliadem terkena imbas air laut. Rumah-rumah mereka tergerus oleh abrasi.
Berkat ekspansi 72 ribu batang mangrove dalam 14 tahun terakhir, permukiman penduduk di sana telah terlindungi oleh tanaman dikotil yang hidup di habitat air payau dan air laut tersebut.
Air pasang atau ombak besar tidak langsung kena ke permukiman penduduk karena tertahan mangrove.
Secara total, Indonesia memiliki 3,3 juta hektare hutan mangrove yang membuat negara ini menduduki peringkat teratas dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia.
Hutan mangrove yang dimiliki oleh Indonesia adalah 20 persen dari total luasan mangrove dunia yang mencapai 16,53 juta hektare.
Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Parid Ridwanuddin mengatakan manfaat hutan mangrove tidak hanya mempertahankan daratan dari ancaman tenggelam akibat abrasi dan perubahan iklim, tapi juga bisa menahan gelombang tsunami yang memiliki daya rusak sangat kuat.
Saat gempa bumi yang disertai tsunami melanda Sulawesi Tengah pada 2018, sebuah desa bernama Pantoloan di Palu tidak hancur akibat hempasan gelombang tsunami, sehingga tidak ada korban jiwa.
Hamparan hutan mangrove yang membentang di sepanjang pesisir Pantoloan menjadi benteng alami penahan gelombang tsunami.
Selain manfaat lingkungan, keberadaan mangrove juga berfungsi meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Mangrove dapat menjadi sumber pangan alternatif karena berbagai gizi yang baik untuk tubuh, seperti seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Aneka produk olahan mangrove kini telah beredar luas di masyarakat dan tersedia di berbagai lokapasar, di antaranya dodol, sirup, keripik, kecap, sabun, hingga produk kecantikan.
Melawan perubahan iklim
Hutan mangrove berfungsi untuk menekan laju perubahan iklim karena mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik pada bagian atas maupun bagian bawah.
Sedangkan guguran material organik berupa serasah dan batang mangrove yang telah mati pada substrat menyumbang karbon organik untuk tanah.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto mengatakan penanganan dampak perubahan iklim menjadi lebih efektif jika pengembangan karbon hijau dari hutan dapat diikuti dengan pengelolaan dan pemanfaatan karbon biru dengan baik dari hutan mangrove.
Berdasarkan hasil data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada sebuah jurnal tentang potensi cadangan dan serapan karbon ekosistem mangrove dan padang lamun di Indonesia (2018) memberikan gambaran tentang potensi serapan karbon di Indonesia yang cukup tinggi yang diperoleh dari nilai net primary productivity (NPP).
Hasil analisis LIPI di 10 lokasi penelitian yang ditambah dengan data sekunder menunjukkan bahwa hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampu menyerap 52,85 ton karbon dioksida per hektare per tahun. Angka itu lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan estimasi global yang hanya sebanyak 26,42 ton karbondioksida per hektare per tahun.
Indonesia telah mencanangkan program rehabilitasi mangrove melalui Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. Program itu menargetkan pemulihan hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai Tahun 2024.
Saat ini, KLHK sedang membuat regulasi setingkat peraturan pemerintah untuk mengatur tentang perlindungan mangrove di dalam maupun di luar kawasan hutan, sekaligus mengatur pengelolaan mangrove yang bersifat lintas kementerian maupun lembaga.
Akademisi Ilmu Kelautan dari Universitas Bengkulu Mukti Dono Wilopo sepakat dengan program rehabilitasi mangrove di Indonesia tersebut. Ia berharap program itu tidak sia-sia karena ketidaksesuaian kondisi lingkungan.
Mukti menyarankan agar pemerintah sebaiknya mengutamakan pemulihan pada wilayah yang existing sebagai ekosistem mangrove mengingat kondisi sekarang banyak hutan mangrove yang sudah beralih fungsi.
Pemerintah harus membenahi dan menegakkan peraturan mengenai penyalahgunaan tata ruang konservasi.
Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan harus terus aktif menyuarakan berbagai upaya mitigasi perubahan iklim. Aktivitas memulihkan, menjaga, dan mempertahankan ekosistem mangrove di sepanjang kawasan pesisir adalah salah satu cara membangun benteng alami untuk melawan perubahan iklim.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022