Tanjungpinang (ANTARA) - Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajaran kejaksaan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana kejahatan laut di daerah ini.
"Cermati pengaturan beberapa ketentuan pidana yang mengatur masing-masing delik yang memuat adanya sanksi pidana tambahan di dalamnya, untuk kemudian dapat dimaksimalkan penerapannya,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin saat memberi pengarahan kepada jajaran di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri, di Kota Tanjungpinang, Jumat.
Ia menyebut Kepri secara geografis memiliki 2.408 pulau dan luas lautan sebesar 242.825 kilometer persegi dengan potensi perikanan sebesar 1,1 juta ton per tahun.
Luas dan kekayaan laut tersebut, katanya, di samping memberikan dampak positif bagi perekonomian di Kepri, namun juga memberikan implikasi hukum lain, seperti munculnya kejahatan transaksional penangkapan ikan ilegal, perdagangan orang, penyelundupan barang, narkotika hingga permasalahan ekspor dan impor.
Oleh karena itu, ia menekankan jajarannya agar dalam setiap penuntutan perkara tindak pidana tersebut memprioritaskan pemberian efek jera bagi para pelaku dan memaksimalkan penyitaan dan atau perampasan segala instrumen tindak pidana.
Baca juga: Mendag-Jaksa Agung teken MoU wujudkan sistem perdagangan transparan
“Saya instruksikan agar Asisten Pidana Umum (Aspidum) memonitor dan selalu melakukan evaluasi guna memastikan setiap penuntutan yang dilaksanakan para jaksa dapat memberikan efek jera kepada pelaku,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung mencermati praktik mafia pelabuhan yang berpotensi menghambat investasi dan lalu lintas perdagangan dalam negeri melalui ekspor impor yang berimplikasi terhambatnya perekonomian dan pembangunan di Kepri.
Oleh karena itu, ia meminta jajaran intelijen membangun koordinasi dan sinergi dengan lembaga atau aparat penegak hukum lain terkait pelaksanaan pemberantasan mafia pelabuhan tersebut.
"Jajaran intel diimbau agar mempedomani Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Pelabuhan dan Bandara," ungkapnya.
Baca juga: Kejagung-Kemendag sepakati transparansi ekspor-impor
Jaksa Agung mengatakan kebijakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice telah menjadi primadona di tengah masyarakat sehingga menjadi salah satu program yang meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi karena kejaksaan dianggap mampu menghadirkan penegakan hukum yang humanis dan bermanfaat.
Berdasarkan data yang diterima Jaksa Agung per tanggal 26 September 2022 untuk wilayah Kejaksaan Tinggi Kepri pada tahun 2020 terdapat 2 penghentian perkara, tahun 2021 ada 6 penghentian perkara, dan tahun 2022 tercatat 17 penghentian perkara.
"Data ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, dan saya harap Aspidum dan Kasipidum dapat mengoptimalkan lagi penggunaan wewenang ini. Kepala Kejati serta Kejari selalu melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya, serta pastikan tidak terjadi tindakan transaksional di dalamnya yang dapat menodai kewenangan tersebut,” ucap Jaksa Agung.
Pewarta: Ogen
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022