Bengkulu (ANTARA) - Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2022 yang digelar di Bengkulu menjadi wadah bertemunya beragam praktik produksi pengetahuan dari berbagai komunitas lokal yang bekerja dengan pendekatan teknologi dan silang-media.
FKSM 2022 mengangkat tema Medi(t)asi Ritus/Rute, yang berfokus pada empat kata kunci yakni meditasi, mediasi, ritus, dan rute. Seni merupakan moda produksi pengetahuan yang lahir dari refleksi mendalam atau meditasi.
Identitas Bengkulu juga tidak terlepas dari mediasi teknologi dan budaya media. Pembentukan identitas itu juga terjadi melalui berbagai rute atau perjalanan/mobilitas/transit sosial dan budaya, serta ritus.
Ritus merupakan memori kolektif masyarakat atau tradisi yang termanifestasikan dalam berbagai imajinasi sosial dan praktik hidup sehari-hari.
Oleh karenanya, karya-karya yang ditampilkan dalam festival itu merefleksikan relasi-relasi sosial, relasi manusia dan alam, praktik hidup sehari-hari di tengah keterpaparan media dan teknologi yang semakin luas dan tajam masuk ke kehidupan masyarakat baik dalam konteks lokal maupun global.
Para pengunjung tidak hanya dapat menikmati pameran seni media, tapi juga bisa menyaksikan pentas pertunjukan silang-media dan mengikuti kegiatan edukasi atau lokakarya bagi pelajar dan publik.
Para pelaku seni media dengan berbagai kemungkinan mediumnya tidak hanya bicara dalam satu perspektif teknologi, tetapi juga membuka wacana baru mengenai keselarasan manusia berteknologi dengan dirinya sendiri, masyarakat dan alam.
"Karya-karya ini sudah bukan lagi berfokus pada sebuah diskursus daerah saja, melainkan telah menjadi karya-karya yang juga merespon sebuah fenomena global," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid dalam FKSM 2022.
Berbagai karya menggunakan platform seni media atau karya seni berbasis pada teknologi media ditampilkan dengan pelibatan 13 komuniTAS lokal dari berbagai daerah seperti Bengkulu, DKI Jakarta, Solo, Surabaya, Pasuruan, Bali, Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Yogyakarta.
Karya-karya yang tampil dalam festival yang diselenggarakan pada 5-12 Oktober tersebut dikurasi oleh Sudjud Dartanto, Jeong Ok Jeon, dan Yudi Ahmad Tajudin.
Para komunitas lokal yang berpartisipasi adalah Asosiasi Seniman Bengkulu, BAJRA dari Pasuruan, Jawa Timur, GaraGara Artist Initiative dari DKI Jakarta, Jonas Sestakresna - Ruang Asah Tukad Abu dari Bali, Seniman Pertunjukan Bengkulu, dan Kecoak Timur dan KAE dari Gresik, Jawa Timur.
Kemudian, Komunitas Gubuak Kopi dari Solok, Sumatera Barat, Komunitas Lintas Seni dari Bengkulu, Komunitas Seni Pertunjukan Bengkulu, dan Prehistoric Soul dari Bali, Prewangan Studio dari Tuban, Jawa Timur, SARANA dari Samarinda, Kalimantan Timur, dan Sinau Kinetik Seni dari Yogyakarta.
Ada juga Studio DKV Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan dari DKI Jakarta, S Sophiyah Kosasih dan Tilik Sarira Creative Process dari Solo, Jawa Tengah, Tomy Herseta dan Convert Textured dari Bandung, Jawa Timur, dan Waft Lab dari Surabaya, Jawa Timur.
Menurut salah satu kurator pameran di FKSM 2022, Sudjud Dartanto, kerangka pembauran atau silang media kian membuka dan mempertemukan berbagai pengalaman dan sudut pandang yang membuka jalan pada praktik kerja lintas disiplin sebagai cermin dari semangat inklusif.
Budaya media telah meluas dari media cetak (analog) hingga elektronik (digital). Demikian pula dengan teknologi media yang makin intensif dan saling beririsan antarbidang seperti sains, dan pembauran elemen tipografi, imaji, bunyi, animasi, dan video.
Seni media telah muncul dalam beragam bentuk, yakni instalasi kinetik, objek bunyi, seni internet, desain gim, animasi yang melingkupi (immersive), realitas virtual (virtual reality), realitas berimbuh (augmented reality), dan pertunjukan silang-media.
Salah satu karya kolaborasi yang bisa dinikmati pengunjung dalam FKSM 2022 adalah teater multimedia bertajuk "Human is Alien" yang dipersembahkan Jonas Sestakresna dan Ruang Asah Tukad Abu dari Bali dengan berkolaborasi dengan para seniman di Bengkulu.
Karya tersebut merupakan sebuah dialog mengenai ekologi yang diambil dari sudut pandang xenoarchaeology dan spiritualitas nusantara.
Kemudian, ada karya "Smells Like a Tiger" dari Komunitas Gubuak Kopi yang berasal dari Solok, Sumatera Barat. Karya itu merupakan respon dari tema rute dan ritus untuk melihat bagaimana praktik-praktik tradisi telah menjadi mediasi pengetahuan kolektif yang diturunkan antar generasi.
Komunitas Seni Pertunjukan Bengkulu menampilkan karya "Di Balik Layar?" yang merupakan pertunjukan silang media dalam
panggung "proscenium", kamera, proyeksi video, dan drama.
Pertunjukan kolaboratif tersebut memotret kehidupan keluarga kecil di Bengkulu dengan menempatkan anak sebagai subjek yang serba salah, serba kalah.
Bagi salah satu seniman Bengkulu, John Hery Susanto dari Komunitas Lintas Seni, pengalaman berkolaborasi dalam FKSM 2022 memberikan inspirasi dalam berkarya.
"Semua mentor dan rekan-rekan yang terlibat sangat enerjik dan terbuka," ujarnya.
Proses berkarya tersebut menjadi kesempatan bertukar budaya dan pengetahuan, dan memperluas jaringan bagi para komunitas lokal di Bengkulu dan dari seluruh Indonesia.
FKSM merupakan program Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, bekerja sama dengan ARCOLABS, Unit Pelaksana Teknis Dinas Taman Budaya Bengkulu, dan Asosiasi Seniman Bengkulu.
Awal baik
Bengkulu kaya akan adat, suku, dan budaya seperti tabot, tarian tradisional, musik dol, dan aksara Kaganga. Keanekaragaman tersebut perlu dilestarikan melalui komunitas-komunitas lokal yang ada dan dipromosikan agar dikenal baik di kancah nasional maupun internasional.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Eri Yulian Hidayat, menjadi tuan rumah FKSM 2022 merupakan awal baik bagi Bengkulu untuk memajukan budaya dengan terus menjalin kolaborasi dan sinergi dengan komunitas-komunitas lokal dan pemangku kepentingan terkait.
FKSM menjadi kesempatan dan wadah bagi komunitas-komunitas lokal di Bengkulu untuk saling belajar dengan komunitas di luar Bengkulu sehingga tercipta pertukaran pengetahuan dan budaya.
Penyelenggaraan festival tersebut juga momentum bagi pemerintah daerah untuk membangkitkan kembali fungsi taman budaya sebagai ajang atau wadah untuk berkreativitas dan berinovasi dalam rangka pemajuan kebudayaan.
Informasi terkait pemanfaatan taman budaya tersebut perlu disebarluaskan sehingga para komunitas-komunitas lokal dapat menggunakannya dengan lebih maksimal.
Lewat FKSM 2022 di Bengkulu, semangat dan antusiasme pengembangan praktik seni media berbasis komunitas dapat terus berkobar.
Dengan memfasilitasi kreativitas para komunitas lokal, diharapkan akan muncul inovasi dalam praktik seni media yang kolaboratif sekaligus kontekstual dengan perkembangan zaman.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022