50 persen anak dengan meningitis tidak memiliki gejala demam, namun yang perlu diperhatikan anak cenderung sangat lemas, tampak tidak bergairah atau diam saja, serta tidak menangis.

Jakarta (ANTARA) - Ahli neurologi anak dr. Roy Amardiyanto, Sp.A(K) mengatakan gejala radang selaput otak atau meningitis pada anak membutuhkan kewaspadaan khusus dari orang tua mengingat gejala yang tampak dapat berbeda-beda bergantung usia anak.

“Untuk gejala-gejalanya, yang menarik pada anak itu berbeda-beda. Ternyata berbeda gejala pada bayi sama bayi baru lahir sama anak,” kata Ketua Unit Kerja Neurologi (UKK) Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta dalam diskusi virtual, Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut, ia menjelaskan gejala meningitis yang ditunjukkan pada neonatus atau bayi baru lahir bahkan bisa tanpa demam. Dokter yang akrab disapa Amar itu mengatakan 50 persen anak dengan meningitis tidak memiliki gejala demam, namun yang perlu diperhatikan anak cenderung sangat lemas, tampak tidak bergairah atau diam saja, serta tidak menangis.

“Ibu bisa menanyakan pada dokter kenapa anak banyak diam. Nanti dokter menemukan, contohnya, ubun-ubun besarnya menonjol. Itu tanda di dalam kepalanya sedang ada peningkatan tekanan, itu bisa disebabkan meningitis,” katanya.

Pada bayi di bawah usia dua tahun, Amar mengatakan gejala demam biasanya sudah tampak lebih jelas. Awalnya, mungkin anak memiliki infeksi saluran napas yang menunjukkan gejala batuk dan pilek, disertai demam tinggi dan terlihat sangat lemas.

“Sehingga memang butuh kewaspadaan khusus dari ibu. Melihat anaknya batuk dan pilek tapi kok tidak cocok gejalanya, alangkah baiknya mungkin langsung dibawa ke dokter (untuk memastikan). Mungkin belum tentu meningitis, tapi akan lebih baik dibawa ke dokter untuk diperiksa detail kondisi anaknya,” kata Amar.

Sementara pada anak yang lebih besar, terutama di atas 2 tahun, gejala meningitis yang ditunjukkan lebih khas. Selain demam tinggi, biasanya anak kerap mengeluh sakit kepala dan kekakuan pada bagian leher.

“Yang paling jadi pegangan dari kami (dokter anak) biasanya ada gangguan dari masalah kesadaran kalau anak-anak umur sudah agak besar. Jarang anak-anak meningitis itu sadar penuh. Banyaknya tidur terus, kalau dipegang lehernya kaku,” katanya.

Apabila menemukan tanda-tanda demikian pada, Amar menegaskan agar orang tua segera membawa anak ke dokter anak untuk dilakukan pemeriksaan lebih detail. Salah satu pemeriksaan yang penting untuk memastikan diagnosis yaitu lumbal pungsi atau tindakan untuk mengambil sampel cairan otak dari tulang punggung belakang.

Amar mengatakan penanganan meningitis yang terlambat, maka efeknya menjadi kurang bagus pada kondisi anak. Menurut penelitian, ujar Amar, lebih dari 20-30 persen anak yang terkena meningitis dapat meninggal. Sementara apabila terpapar dan berhasil selamat, maka 50 persennya akan bergejala sisa atau mengalami gangguan perkembangan.

Walau meningitis memiliki risiko berat, Amar mengatakan penyakit ini dapat disembuhkan mengingat meningitis merupakan jenis penyakit infeksi. Dengan pemberian obat yang tepat, maka diharapkan anak bisa sembuh.

“Perhitungannya antara 70-80 persen anak akan sembuh. Hanya saja (yang menjadi masalah) bergejala sisa atau tidak. Yang kita harapkan adalah yang tidak bergejala sisa tentunya. Tapi (bergantung) seberapa cepat kita mendiagnosis, selanjutnya memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut,” katanya.
Baca juga: Setahun mengenang Glenn Fredly, ketahui gejala meningitis pada anak
Baca juga: Mengenal gejala meningitis, penyakit diderita Olga Syahputra
Baca juga: Dokter: Jangan sepelekan gejala meningitis, segera periksakan

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022