Bandung (ANTARANews) - Dirut PT Bio Farma (Persero) Iskandar menegaskan perusahaan pimpinannya bukan peserta lelang pengadaan sarana dan prasarana produksi vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan tahun 2008-2011, melainkan murni sebagai penerima bantuan (hibah) pembangunan fasilitas riset terpadu produksi vaksin tersebut.
“Riset terpadu pun dilakukan atas biaya Bio Farma sendiri,” kata Iskandar kepada ANTARA di Bandung, Kamis malam menyusul pemberitaan yang menyebutkan terjadin penyimpangan dalam pelaksanaan proyek vaksin flu burung untuk kebutuhan di dalam negeri.
Sebelumnya, Badan Pemerisa Keuangan (BPK) diberitakan menemukan penyimpangan dalam proyek produksi vaksin flu burung.
Indikasi kerugian keuangan negara dalam proyek itu disebutkan mencapai Rp349,5 miliar dan potensi kerugian keuangan negara Rp343,7 miliar. Sehingga total kerugian negara mencapai Rp693,2 miliar dari total anggaran Rp1,3 triliun.
Disebutkan pula, proyek pengadaan peralatan pabrik vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan ditangani sebuah perusahaan swasta, PT Anugerah Nusantara milik M Nazaruddin, seorang pengusaha dan politisi yang telah dinyatakan Pengadilan Tindak Pidana Tipikor terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games.
Menurut Dirut Bio Farma, Menteri Kesehatan dengan Surat Keputusan Nomor 871/2008 menetapkan Bio Farma sebagai penerima bantuan (hibah) pembangunan fasilitas riset terpadu produksi vaksin flu burung.
Pertimbangannya adalah karena perusahaan tersebut telah berpengalaman lebih dari 120 tahun sebagai produsen vaksin.
Selain itu, produk Bio Farma telah diekspor ke 117 negara serta telah lulus dalam tahap prakualifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Prakualifikasi adalah penilaian independen untuk kualitas, keamanan, dan keampuhan vaksin guna memastikan vaksin bisa dipakai untuk target penduduk dan untuk memenuhi kebutuhan program imunisasi.
Prakualifikasi juga diperlukan untuk memastikan kepuasan berkesinambungan dengan spesifikasi dan standar kualitas yang telah ditetapkan.
WHO menetapkan, vaksin yang akan diproses untuk mendapatkan prakualifikasi harus memenuhi persyaratan badan regulasi nasional. Khusus Indonesia adalah memenuhi persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dirut Bio Farma menjelaskan, sesuai SK Menkes Nomor 871/2008 itu Bio Farma telah melaksanakan kewajibannya, yakni menyediakan lahan untuk pabrik vaksin flu burung, memberikan data teknis, melaksanakan riset terpadu, dan mengoperasikan fasilitas riset tersebut kalau pengerjaan fasilitas dimaksud sudah diselesaikan.
Tetapi serah terima fasilitas belum dilakukan karena proyek belum selesai.
“Pembangunan pabrik vaksin flu burung itu sendiri tentunya sangat penting untuk kemandirian bangsa. Apabila Indonesia terserang flu burung, misalnya, maka kemungkinan tidak ada satu negara pun yang akan memberikan bantuan vaksin dimaksud, sebab semua negara akan memprioritaskan vaksin tersebut untuk kebutuhan di dalam negerinya masing-masing,” kata Iskandar.
(A-015)
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012