padi Srinuk adalah padi sejenis rojolele yang sudah direkayasa oleh Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional sehingga beras yang dihasilkan bisa memiliki beberapa kelebihan dibanding beras rojolele sebelumnya.

Semarang (ANTARA) - Para petani yang tergabung dalam beberapa kelompok tani mengaku senang menanam padi srinuk yang merupakan produk pertanian unggulan dan dipopulerkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam berbagai kesempatan kepada masyarakat luas.


Salah seorang petani padi srinuk, Harjono asal Desa Kepanjen, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Rabu, mengatakan bahwa padi Srinuk adalah padi sejenis rojolele yang sudah direkayasa oleh Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional sehingga beras yang dihasilkan bisa memiliki beberapa kelebihan dibanding beras rojolele sebelumnya.

Sebelumnya, padi rojolele memiliki umur panen sampai lima bulan, sekarang srinuk hanya sekitar 110 hari atau sekitar tiga bulan lebih.

Baca juga: Padi hemat air bantu petani panen melimpah di tengah kekeringan

Tidak hanya itu, keduanya memiliki perbedaan lain yakni tanaman rojolele yang lebih tinggi daripada srinuk sehingga membuat Rojolele lebih berpotensi dimakan burung, serta terkena angin, sedangkan srinuk lebih pendek sehingga aman dari burung dan tidak roboh.

Srinuk juga wangi dan tingkat pulennya hampir sama dengan rojolele, serta bulir padinya bulat namun agak pendek dibanding rojolele.

"Kalau kualitas rasanya lebih enak rojolele dibandingkan srinuk, hanya kualitasnya turun sedikit," ujarnya.

Menurut dia, para petani di Kabupaten Klaten juga lebih untung menanam srinuk sebab bisa meraup pendapatan Rp6 juta per hektare, sedangkan varietas lain, pendapatannya sekitar Rp5 juta per hektare.

Baca juga: BRIN kembangkan padi bernutrisi tinggi atasi "stunting"

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappedalitbang Kabupaten Klaten Muhammad Umar Said mengungkapkan, penelitian srinuk yang dibantu BATAN ini berawal dari keprihatinan padi beras rojolele yang tidak banyak ditanam petani karena masa tanamnya yang panjang yaitu hampir enam bulan, padahal padi jenis lain hanya membutuhkan waktu tanam hingga panen selama 3-4 bulan saja.

"Sehingga petani malas. di antaranya tidak banyak menanam rojolele karena mudah roboh diserang angin dan burung sehingga sangat tidak layak untuk petani, itu (Rojolele) sudah mau ditinggalkan," katanya.

Kemudian, Bappedalitbang Klaten bekerja sama dengan BATAN mencari solusi dengan merekayasa jenis padi biar lebih pendek umurnya supaya cepat panen, dan pendek batangnya supaya lebih diminati petani dan bisa bersaing lagi.

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022