Temanggung (ANTARA) - Gunung Sindoro tampak gagah menjulang. Pagi pun masih berkabut ketika warga Desa Campursari di lereng kaki gunung tersebut memulai aktivitas mereka untuk bertani. Lahan pertanian di daerah ini cukup subur untuk budi daya berbagai macam komoditas, khususnya tanaman cabai.
Desa Campursari dan hampir semua wilayah Kabupaten Temanggung merupakan daerah agraris, yang sebagian penduduknya berpencaharian sebagai petani.
Luas lahan pertanian di Kabupaten Temanggung mencapai 60,956 hektare dengan suhu udara antara 18 – 28 derjat celcius, dan curah hujan antara 1.000 – 3.100 mm/tahun. Tanah yang subur menyebabkan sebagian besar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh para petani untuk memelihara sapi potong karena mudahnya mendapatkan rumput untuk makanan sapi.
Sementara itu, Desa Campursari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, berada di kaki Gunung Sindoro. Menyusuri jalan desa yang berjarak sekitar 22 kilometer di utara pusat Kabupaten Temanggung itu berjajar sejumlah rumah penduduk yang sedang dalam proses pembangunan.
Rumah-rumah tersebut merupakan milik para penerima bantuan program rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Rumah yang sebelumnya berstruktur dan berdinding kayu itu mulai dirombak menjadi hunian layak dengan struktur dan berlantai beton.
Rehabilitasi rumah yang dilakukan dari bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini merupakan yang pertama kali setelah puluhan tahun rumah berdinding kayu dan berlantai tanah itu berdiri.
Kepala Desa Campursari, Mugiono, mengatakan, 80 kepala keluarga di desa yang dipimpinnya ini memperoleh bantuan untuk membangun hunian yang layak sebesar Rp12 juta per rumah pada tahun 2022.
Meski hanya Rp12 juta, bantuan tersebut disyukuri warga Campursari sebagai perangsang untuk merehabilitasi rumahnya menjadi layak huni. Bantuan Rp12 juta itu menjadi stimulus bagi warga yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani untuk mencari tambahan dana guna membangun rumah.
Wahono (35), salah seorang penerima bantuan, mengaku, rumah yang dihuni bersama ibu, istri, dan dua anaknya ini sudah berdiri sekitar 50 tahun lalu. Pria yang berprofesi sebagai buruh tani itu bersemangat untuk mengeluarkan dana simpanan sebesar Rp40 juta guna menyelesaikan pembangunan rumahnya.
Rumah Wahono yang kini bertembok dan berlantai beton telah selesai dibangun pada bulan Juni lalu. Rumah itu kini juga dilengkapi dengan jendela.
Rasa syukur juga diungkapkan Muardi (37) yang rumahnya masih dalam proses pembangunan. Rumah Muardi yang dulu sering bocor kalau hujan, kini sedang dalam proses rehabilitasi dan hampir rampung dikerjakan.
Keaktifan perangkat desa
Banyaknya penerima bantuan perbaikan menjadi hunian layak huni tersebut tak lepas dari keaktifan perangkat Desa Campursari. Perangkat Desa Campursari aktif mendaftarkan warganya yang belum memiliki hunian yang layak melalui Sistem Informasi Perumahan (Simperum) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.
Di Desa Campursari terdapat satu petugas yang khusus memperbarui serta mengunggah data warga yang diusulkan untuk memperoleh bantuan rehabilitasi rumah yang belum layak huni.
Setiap perkembangan dari proses pembangunan rumah penerima batuan tersebut juga terus diperbarui dan dilaporkan berkala.
Secara keseluruhan, masih terdapat sekitar 150 keluarga yang hunian mereka masuk dalam kategori tidak layak huni. "Kriterianya masih berdinding dan berstruktur kayu, lantainya masih tanah, tidak ada jendela," kata Kepala Desa Campursari, Mugiono, menjelaskan.
Dari jumlah itu, Desa Campursari memperoleh alokasi dana untuk perbaikan 133 RTLH dari Provinsi Jawa Tengah pada 2022. Namun, tidak seluruh warga penerima bantuan itu menyanggupi untuk membangun rumahnya.
"Hanya 80 keluarga yang menyatakan kesanggupan. Oleh karena itu, segera ditindaklanjuti," kata Kepala Desa yang memimpin 2.300 orang warga itu.
Tidak dipungkiri bahwa dibutuhkan dana swadaya dari warga penerima bantuan untuk mewujudkan agar rumahnya bisa dibangun dan layak huni. Dari alokasi bantuan Rp12 juta, hanya Rp2 juta yang diberikan secara tunai untuk kebutuhan membiayai tukang bangunan. Sementara sisanya diberikan dalam bentuk material bangunan.
Warga penerima bantuan harus mengeluarkan dana secara swadaya untuk membeli material tambahan sehingga rumahnya bisa berdiri dan layak dihuni. Tidak ada potongan sepeser pun terhadap bantuan rehabilitasi rumah yang disalurkan itu.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan 1,58 juta RTLH menjadi hunian yang layak, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2023.
Pada tahun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menargetkan perbaikan terhadap 11.417 rumah tidak layak huni.
Adapun di Kabupaten Temanggung, 1.481 rumah tidak layak huni yang ditargetkan selesai diperbaiki pada 2022.
Kabid Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung, Wirawan, mengatakan, di kabupaten ini tercatat masih ada 13.568 rumah yang masuk dalam kategori tidak layak huni dari total hunian di Kabupaten Temanggung mencapai 217.652 rumah.
Selain bantuan RTLH dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Temanggung sendiri juga mengalokasikan anggaran untuk pembangunan hunian yang layak.
Bagi Desa Campusari, banyaknya penerima bantuan RTLH di tahun ini diharapkan bisa kembali terulang di tahun 2023. Didukung semangat swadaya para penerimanya untuk membangun hunian yang layak, diharapkan akan semakin banyak rumah yang dipugar, dan bisa meningkatkan taraf kesejahteraan mereka.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022