tepatnya di depan Gereja Koinonia, itu kan menjulang dan salah satu di antara halte ikonik yang akan dibangun

Jakarta (ANTARA) - Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) mengungkapkan pembangunan revitalisasi Halte TransJakarta yang menghalangi visual ke arah cagar budaya juga terjadi di Jatinegara, Jakarta Timur yakni menghalangi Gereja Koinonia atau sebelumya Gereja Bethel.


"Kita juga melihat di Jatinegara, tepatnya di depan Gereja Koinonia, itu kan menjulang dan salah satu di antara halte ikonik yang akan dibangun. Berarti persoalannya tidak hanya di sekitar Hotel Indonesia, tetapi juga di Jatinegara," kata Ketua TACB Candrian Attahiyat saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Koinonia sendiri merupakan gereja yang sebelumnya bernama Gereja Bethel yang kemudian diganti nama sejak tahun 1961. Gereja ini merupakan gereja pertama di Kawasan Jatinegara (Meester Cornelis) pada periode kolonial di mana Jatinegara merupakan kawasan satelit Batavia.

"Gereja itu kan sudah masuk cagar budaya, tetapi itu kan sebenarnya juga ada poros yang jalan Timur-Barat yang dibangun oleh (Mantan Gubernur Hindia Belanda) Daendels langsung tembus ke gereja itu lalu belok kiri, dan tembusan itu kan harus terlihat juga," tuturnya.

Sebelumnya, sejarawan JJ Rizal meminta Gubernur DKI Jakarta dan PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) untuk menghentikan proyek revitalisasi Halte Tosari-Bundaran HI, karena menurutnya revitalisasi halte tersebut membuat pandangan warga yang melintas di kawasan tersebut jadi terhalang ke arah Patung Selamat Datang.

"Mohon pak gubernur @aniesbaswedan setop pembangunan halte @PT_Transjakarta yang arogan di kawasan cagar budaya penanda sejarah perubahan kota kolonial jadi kota nasional warisan Sukarno," ucapnya dikutip dari cuitan Twitter @JJRizal, Kamis, (29/9).

Ia mengatakan Patung Selamat Datang adalah warisan dari Presiden pertama RI Soekarno bersama mantan Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965 Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau yang akrab dikenal Henk Ngantung.

Selain itu, menurutnya Patung Selamat Datang yang dihalangi pembangunan Halte Tosari-Bundaran HI itu juga merupakan simbol keramahan bangsa, semangat bersahabat melaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

TransJakarta juga juga disebutnya tak puas hanya di situ, tapi juga kena terhadap kawasan Sarinah yang menandakan perubahan zaman Indonesia.

"Apalagi PT Transjakarta tak cukup puas hanya bangun halte gigantik di sekitar HI, tapi juga di Sarinah, satu lagi penanda sejarah untuk mengingatkan bahwa ibu kota nasional berbeda dari ibu kota kolonial, simbol ekonomi kapitalisme yang rakus, melainkan ibu kota ekonomi kerakyatan," tulisnya.

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) mengaku mengikuti aturan terkait revitalisasi Halte Bundaran HI agar tak melanggar prosedur mengingat adanya cagar budaya di lokasi tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Mochammad Yana Aditya saat memberikan keterangan di Kantor TransJakarta, Cawang, Jakarta Timur, pada Jumat.

"Semua yang dibangun oleh TransJakarta sudah ada landasan hukumnya, sudah ada peraturannya. Kita taat pada peraturan dan hukum," kata Yana di Jakarta, Jumat (30/9).

Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Baca juga: Legislator meminta evaluasi terhadap revitalisasi Halte Bundaran HI
Baca juga: DPRD DKI ingatkan revitalisasi halte TransJakarta harus hargai sejarah
Baca juga: TransJakarta ikuti aturan terkait revitalisasi Halte Bundaran HI

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022