Keluarganya kami arahkan, kami dampingi karena mereka (napiter) sudah kooperatif.
Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mendukung dan siap bekerja sama dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri dalam melakukan pendampingan untuk eks narapidana teroris (napiter) beserta keluarganya terkait internalisasi nilai-nilai Pancasila maupun agama.
"Keluarganya kami arahkan, kami dampingi karena mereka (napiter) sudah kooperatif, memberikan masukan dan info-info ke kita. Nah ini perlu tanggung jawab kita dan tadi Densus 88 Antiteror meminta untuk beberapa pondok pesantren bisa terlibat dalam penanganan lingkaran (paham radikal) ini," kata Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, di Semarang, Senin.
Ia menjelaskan bahwa Pemprov Jateng bersama Densus 88 Antiteror melakukan pemetaan langkah-langkah strategis, salah satunya mengenai anak dari keluarga narapidana kasus teroris maupun eks napiter yang perlu mendapat internalisasi nilai Pancasila dan agama.
Dia berharap putra-putri napiter bisa mendapatkan pemahaman agama serta wawasan kebangsaan yang utuh, sehingga setelah keluar dari pondok pesantren mereka mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kami dekatkan dengan apa yang mereka inginkan (pelajaran agama), tapi yang benar-benar pelajarannya itu kaffah. Benar-benar pelajarannya, pengetahuan agama Islam yang tidak disalahartikan sebagian kelompok," ujarnya pula.
Direktur Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Antiteror Mabes Polri Brigjen Pol Arif Makhfudiharto mengatakan keluarga napiter perlu didampingi untuk mengantisipasi diterimanya ajaran ekstrem yang mungkin masih diberikan oleh orangtuanya.
Apalagi, kata dia lagi, pemerintah tidak tahu mengenai ajaran apa yang diberikan kepada anak-anaknya, di lingkup keluarga.
"Inilah yang perlu kami lakukan kerja sama, untuk menjadikan mereka ini masyarakat yang bisa diterima oleh lingkungannya, dan termasuk anak-anaknya ini bisa berwawasan nasionalisme, mencintai tanah airnya dan tidak lagi mengembangkan ajaran-ajaran ekstrem yang bisa merugikan kelangsungan negara dan bangsa di kemudian hari," katanya pula.
Pihaknya memandang pondok-pondok pesantren bertipe moderat di Jawa Tengah bisa dilibatkan untuk melakukan internalisasi, sebab bisa menyampaikan ajaran Islam sekaligus nilai-nilai Pancasila.
"Kami selaku penegak hukum, tentunya kan tidak bisa melakukan internalisasi. Hanya melakukan penegakan hukum, perbuatannya, tapi tidak bisa menjadikan mereka berwawasan wasathiyah (atau) berwawasan moderat kalau tidak dibantu oleh kiai, ulama-ulama yang mempunyai pemikiran kebangsaan. Itu yang kiranya kami melakukan kerja sama," ujarnya lagi.
Baca juga: BNPT susun aturan soal rekonsiliasi korban dan eks napiter
Baca juga: Memberdayakan istri eks-napiter bangkit melalui koperasi
Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022