Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menyebut pemerintah tetap menerima masukan masyarakat untuk pasal-pasal di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Ah enggak (satu arahlah) kan di setiap tempat semua arah diterima," kata Yasonna di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.

Pada awal Agustus 2022, Presiden Jokowi dalam rapat internal soal RKUHP sudah meminta jajarannya untuk membuka diskusi demi menyerap pendapat dan usul masyarakat terkait RKUHP tersebut.

Saat itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut RKHUP mencakup lebih dari 700 pasal yang di antaranya terdapat 14 masalah yang masih perlu diperjelas dan didiskusikan.

Terhadap daftar masalah tersebut, Yasonna menyebut telah memerintahkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej untuk melakukan sosialisasi.

Baca juga: Stafsus Presiden: RUU KUHP bawa semangat pembaharuan

"Pak Wamen saya suruh berjalan untuk itu, dan berjalan baik kok," tambah Yasonna.

Diketahui Presiden Jokowi menunjuk Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai penyelenggara diskusi dan Menkumham Yasonna Laoly untuk menyiapkan materi terkait diskusi RKUHP.

Adapun 14 masalah krusial dalam draf final RKUHP adalah pertama, soal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang diatur dalam pasal 217 yaitu setiap orang yang menyerang Kepala Negara dan wakilnya terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan pasal 218 mengatur seseorang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan wakilnya akan dipidana maksimal tiga tahun enam bulan penjara.

Kedua, dalam pasal 302 tentang Tidak Pidana Terhadap Agama, Kepercayaan dan Kehidupan Beragama, orang yang melakukan penistaan agama terancam hukuman 5 tahun penjara.

Baca juga: Wamenkumham sebut RKUHP terapkan paradigma hukum pidana baru

Ketiga, aturan mengenai pemerkosaan oleh suami kepada istri atau sebaliknya dalam pasal 477 yang menyebut seseorang bisa dipidana jika melakukan kekerasan atau ancaman bersifat memaksa orang lain bersetubuh bisa dipidana 12 tahun penjara. Kekerasan tersebut meliputi persetubuhan suami atau istri, anak, seseorang yang tidak berdaya dan penyandang disabilitas.

Keempat, aturan mengenai kohabitasi atau "kumpul kebo" di pasal 415, 416 dan 417, yaitu seseorang yang hidup bersama layaknya suami istri terancam dipidana paling lama enam bulan.

Kelima, soal pidana mati yang bisa diubah menjadi seumur hidup seperti diatur dalam pasal 98 "Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Keenam, soal pemilik hewan unggas yang bisa dikenakan pidana jika membiarkan hewannya memasuki pekarangan orang lain seperti pasal 277 RKUHP

Ketujuh, pasal 252 yang mengatur seseorang yang mengaku sebagai dukun atau mengklaim dirinya mempunyai kekuatan gaib akan dihukum selama 1 tahun 6 bulan

Kedelapan, mengenai aborsi yang diatur dalam pasal 467, 468 dan 469. Pada pasal 467 disebutkan, perempuan yang melakukan aborsi terancam dipidana penjara empat tahun. Namun, ancaman pidana itu tidak berlaku bagi mereka yang menjadi korban perkosaan dengan angka kehamilan tidak lebih dari 12 minggu. Sedangkan pada pasal 412, 413, 414 mengatur soal penggunaan alat kontrasepsi yaitu setiap orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (Rp1 juta).

Baca juga: Wamenkumham: Penyempurnaan RKUHP membutuhkan masukan publik

Kesembilan, orang yang melakukan kecerobohan pemeliharaan dan penganiayaan hewan dapat dipenjara selama 1 tahun dalam pasal 340.

Kesepuluh, orang yang memanfaatkan anak di bawah dua belas tahun untuk menggelandang bisa dipidana maksimal empat tahun (pasal 428). Sedangkan dalam pasal 429 disebutkan seseorang yang bergelandangan di ruang-ruang publik maka dapat didenda maksimal kategori I atau Rp1 juta.

Kesebelas, dokter gigi yang melaksanakan tugasnya tanpa izin seperti dalam pasal 276

Keduabelas, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja seperti mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan kliennya, atau mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara (pasal 282).

Ketigabelas, menghina pengadilan ("Contempt of Court") dalam pasal 280 yang menyatakan setiap orang yang tanpa izin merekam, mempublikasikan secara langsung, atau memperbolehkan untuk mempublikasikan proses persidangan yang sedang berlangsung.

Keempat belas, hukum adat atau hukum yang hidup dalam masyarakat ("the living law") karena Indonesia memiliki hukum yang hidup di tengah komunitas masyarakat atau hukum adat. Pasal 2 RKUHP menyebut hukum adat dapat digunakan sebagai acuan untuk mempidanakan seseorang bila perbuatan orang tersebut tidak diatur dalam KUHP.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022