Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), E Aminuddin Aziz mengatakan daya hidup bahasa daerah di Tanah Air memprihatinkan.
“Jumlah bahasa daerah kita yang teridentifikasi sebanyak 718 bahasa. Pada 2018, sebanyak 11 bahasa daerah hilang. Pada 2021, kami melakukan kajian daya hidup bahasa daerah, ternyata memprihatinkan,” ujar Aminuddin di Jakarta, Senin.
Baca juga: Badan Bahasa: Pemerintah daerah wajib lindungi bahasa kedaerahan
Dia menambahkan tidak ada satu pun bahasa daerah yang daya hidupnya naik, dan hal itu juga telah menjadi fenomena global. Setiap dua pekan hilang satu bahasa daerah dan dalam 30 tahun ada bahasa ibu yang mati.
“Kami melakukan kajian terhadap 24 bahasa daerah. Daerah yang melemah, kalau dulu ada di Indonesia bagian timur, sekarang juga terjadi di Indonesia bagian barat,” kata dia.
Pengguna bahasa daerah yang terbesar adalah Jawa dengan 99 juta pengguna, diikuti dengan bahasa Sunda, yakni 48 juta pengguna. Dalam dua tahun terakhir, setidaknya terjadi pengurangan sebanyak dua juta pengguna bahasa Sunda.
Kemendikbudristek juga melakukan revitalisasi bahasa daerah dengan melakukan pendekatan yang berbeda. Mulai dari menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal hingga memperbolehkan penggunaan bahasa daerah bagi kelas satu, dua dan tiga SD.
Baca juga: Kemendikbudristek meluncurkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah
Baca juga: Revitalisasi bahasa daerah cegah kepunahan bahasa
“Penggunaan bahasa daerah diperbolehkan di sekolah, terutama di daerah pinggiran,” katanya.
Selain itu, juga dilakukan pembelajaran dengan menggandeng para maestro di daerah tersebut. "Dengan adanya program revitalisasi bahasa daerah, dimungkinkan untuk dilakukan dengan pembiayaan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)," ujarnya.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022