kenapa yang di tribun salah apa, tapi ditembak gas air mata
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Pendukung Arema FC yang biasa dikenal dengan sebutan Aremania dari wilayah Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur, memberikan kronologi terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menyebabkan 125 orang meninggal dunia.
Aremania Korwil Bantur The Black Lion Slamet Sanjoko di Kabupaten Malang, Minggu mengatakan, sesungguhnya selama jalannya pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya berjalan kondusif.
"Awalnya, ada dua orang yang mau berfoto setelah pertandingan bersama pemain Arema FC. Kami sudah menyampaikan ke petugas untuk tidak memberikan izin," kata Sanjoko.
Sanjoko menjelaskan, namun, dikarenakan dua orang suporter Aremania tersebut terus memaksa untuk diperbolehkan masuk dalam area lapangan, akhirnya dua orang itu diizinkan masuk ke lapangan.
Baca juga: Polri akan dalami penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan
Baca juga: DPC Peradi Kepanjen beri pendampingan keluarga korban Kanjuruhan
Menurutnya, setelah kedua orang tersebut diizinkan untuk memasuki area lapangan tersebut kedua anak itu ternyata menghampiri pemain Arema FC yang saat itu masih berada di dalam lapangan untuk meminta maaf kepada para suporter atas kekalahan dari Persebaya.
"Dua anak itu, yang akan berfoto ternyata mereka mendekat ke pemain Arema FC. Kemudian terjadi bentrokan, pemicunya ada di situ," ujarnya.
Ia menambahkan, setelah terjadi aksi dari dua orang suporter tersebut, kemudian memicu pendukung lainnya untuk memasuki area lapangan. Namun, ia tetap meminta kepada rekan-rekannya yang dari wilayah Bantur untuk tidak ikut masuk ke dalam lapangan.
Setelah melihat situasi mulai tidak terkendali, ia bersama rekan-rekannya segera mengemasi bendera yang mereka bawa. Selain itu, ia bersama sejumlah Aremanita bergegas mencari jalan keluar karena khawatir situasi akan memburuk.
"Sekitar tiga menit kami keluar gerbang, itu ada tembakan gas air mata ke arah tribun, kami lolos dan tidak tahu bagaimana kondisi di dalam. Namun ada rekan yang terkena gas air mata," ujarnya.
Baca juga: PBNU serukan salat gaib dan akan beri santunan suporter Arema
Baca juga: PBNU akan beri santunan bagi keluarga korban kerusuhan di Kanjuruhan
Ia menyayangkan adanya penembakan gas air mata ke arah tribun dan membuat para penonton panik dan berusaha untuk berhamburan keluar. Saat itu, lampu pencahayaan di dalam Stadion Kanjuruhan juga sudah dimatikan oleh petugas meski kondisi tribun masih penuh penonton.
"Kalau yang masuk ke lapangan mungkin masih bisa kami terima karena mereka memang melanggar batas area. Tetapi kenapa yang di tribun salah apa, tapi ditembak gas air mata," ujarnya.
Sebagai informasi, petugas menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya. Setelah peluit panjang ditiup, ribuan suporter masuk ke dalam lapangan dan mengejar pemain serta ofisial.
Berdasarkan data terakhir, menyebutkan bahwa korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 125 orang. Selain itu, dilaporkan sebanyak 323 orang mengalami luka pada peristiwa itu.
Baca juga: Muhammadiyah dorong investigasi secara objektif tragedi Kanjuruhan
Baca juga: SPFC: Tragedi Kanjuruhan jadi introspeksi bagi pelaku sepak bola
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022