Ouagadougou (ANTARA) - Suara tembakan bergema di berbagai sudut Ouagadougou pada Sabtu (1/10) dan kebakaran terjadi di kedutaan besar Prancis ketika ibu kota Burkina Faso itu dilanda pergolakan kekuasaan.
Pemimpin yang mendeklarasikan diri, Ibrahim Traore, menuduh Presiden Paul-Henri Damida melakukan serangan balasan setelah sang presiden digulingkan satu hari sebelumnya.
Damida pada Sabtu untuk pertama kalinya mengeluarkan pernyataan melalui akun resmi presiden di Facebook menyangkut krisis di negaranya.
"Saya minta Kapten Traore dan kelompoknya sadar untuk mencegah perang saudara terjadi di Burkina Faso," kata Damiba.
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Burkina Faso meminta faksi-faksi yang bertikai untuk menghentikan permusuhan dan melanjutkan pembicaraan.
Kasad menambahkan bahwa terjadi "krisis internal di dalam Angkatan Bersenjata Nasional".
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam kerusuhan di negara itu.
"Beliau mengutuk keras upaya merebut kekuasaan dengan penggunaan senjata, dan meminta semua pihak terkait menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan serta agar berdialog," kata juru bicara Guterres melalui pernyataan.
Damiba hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Pasukan yang setia kepada Ibrahim Traore muncul di televisi negara. Mereka mengatakan Damida berlindung di sebuah markas tentara Prancis dan menuduh sang presiden mengatur serangan balasan dari lokasi itu.
Kementerian Luar Negeri Prancis melalui pernyataan mengatakan bahwa markas itu tidak pernah menampung Damiba, sosok yang merebut kekuasaan pada 24 Januari melalui kudeta.
Damiba juga membantah dirinya berada di lokasi tersebut. Ia mengatakan laporan-laporan itu sengaja dibuat untuk memanipulasi opini publik.
Namun, ratusan orang yang mendukung pengambilalihan kekuasaan oleh Traore berdemonstrasi pada Sabtu di depan Kedubes Prancis untuk melancarkan protes.
Para pengunjuk rasa anti Prancis juga berkerumun di depan Pusat Kebudayaan Prancis di kota selatan, Bobo-Dioulasso, dan melempari kompleks itu dengan batu.
Pada petang hari, kebakaran terjadi di kedubes dan beberapa tembakan terdengar. Kemenlu Prancis menyatakan mengutuk kekerasan yang dialami kedutaannya.
Ketegangan di Burkina Faso mengisyaratkan adanya perpecahan yang mendalam di dalam tubuh militer serta babak baru yang mengkhawatirkan bagi negara itu.
Pemberontakan yang merajalela di Burkina Faso oleh kelompok-kelompok garis keras telah merongrong kepercayaan pada pihak berwenang serta membuat hampir dua juta orang mengungsi.
Negara di Afrika Barat serta bekas protektorat Prancis itu telah menjadi target kekerasan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok seperti Al Qaida dan ISIS.
Kekerasan itu mulai muncul di negara tetangga, Mali, pada 2012 dan menyebar ke negara-negara lain di selatan Gurun Sahara.
Sebelumnya pada Sabtu, banyak suara tembakan terdengar. Helikopter-helikopter bersenjata berputar-putar di atas istana kepresidenan dan iring-iringan pasukan khusus melaju ke pusat Ouagadougou.
Situasi tersebut muncul setelah Traore mengumumkan di televisi negara pada petang hari sebelumnya bahwa ia sudah mengambil alih kekuasaan --kudeta kedua yang terjadi tahun ini.
Sumber: Reuters
Baca juga: Serangan konvoi di Burkina Faso tewaskan 11 tentara, 50 warga hilang
Baca juga: Kelompok bersenjata tewaskan 11 tentara Burkina Faso
Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022