“Bukan cuma motif kontemporer, sekarang trennya lebih ke bahan yang reusable, dan potongan atau cut design-nya zero-waste, sehingga tidak menyisakan limbah kain,” kata Dian saat dijumpai di Jakarta, baru-baru ini.
Baca juga: Wastra Bali dalam "Langkah" Denny Wirawan
Menurut dia, zero-waste bukan sekadar konsep produksi yang mengikuti tren terkini, namun juga untuk mengurangi limbah fesyen, yang merupakan salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia saat ini.
Untuk itu, pemilihan kain batik pun dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Dian memilih kain yang menggunakan serat alam yang penyerapannya kuat sehingga warnanya tidak gampang pudar, serta adem dan nyaman untuk dikenakan sehari-hari.
“Ini lebih sustainable. Selain itu, desain dan ukurannya pun sangat akurat demi tidak menyisakan sisa kain. Jika ada sisa (produksi) bisa digunakan untuk patchwork, topi, tas, dan lainnya,” ujar wanita asal Yogyakarta tersebut.
Baca juga: Perubahan gaya hidup yang berikan dampak nyata bagi bumi
Pegiat batik sekaligus Founder Rasa Wastra Nusantara Monique Hardjoko menambahkan, UMKM memiliki peran yang penting dalam melestarikan batik melalui inovasi dan kreativitas seperti yang dilakukan Dian.
Bagi Monique, UMKM mampu mengingatkan banyak orang bahwa batik merupakan sebuah karya seni yang bermanfaat, penuh arti, dan melalui proses produksi yang dikerjakan dengan sepenuh hati oleh para pengrajinnya.
“Adanya UMKM ini adalah cara penting untuk menjaga keberlangsungan batik Indonesia,” kata Monique.
“Selain berusaha menjadikan batik mendunia dan bisa dikenakan siapa saja, kehadiran UMKM batik juga mengingatkan akan prosesnya, dan menciptakan motif berlandasan kreativitas. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi keberlangsungan batik yang sebenarnya, yaitu proses yang harus dijaga dan dilestarikan,” imbuhnya.
Baca juga: "Daur", koleksi sisa potongan bahan tenun dengan gaya artistik
Baca juga: Mengenal fesyen sirkular, siklus yang mengubah dinamika dunia mode
Baca juga: Rekomendasi jenama fesyen ramah lingkungan untuk sambut tahun 2022
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022