Kita salah satu yang persentasenya lebih rendah

Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) menyebut bahwa tim multidisiplin sangat penting dan dibutuhkan dalam penatalaksanaan penyakit kanker.

Pasalnya, menurut Ketua Perhompedin Jaya dr. Ronald A. Hukom, MHAc., Sp.PD., KHOM, jumlah dokter hematologi-onkologi medik (HOM) di Indonesia saat ini tidak lebih dari 200 orang. Padahal, Indonesia memiliki sekitar 270 juta penduduk.

"Kalau dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain, kita salah satu yang persentasenya lebih rendah. Untuk itu, kita perlu peran internis yang lebih besar dalam penanganan kanker, bisa dibantu dengan dokter ahli penyakit dalam yang mau mendapat pelatihan tambahan untuk terapi kanker," kata Ronald saat konferensi pers The Role of Internist in Cancer Management (ROICAM) ke-9 di Jakarta, Sabtu.

Pernyataan Ronald mengenai pentingnya tim multidisiplin juga sejalan dengan panduan European Society for Medical Oncology (ESMO) dan American Society for Clinical Oncology (ASCO) yang mengemukakan bahwa tatalaksana kanker kini semakin kompleks sehingga membutuhkan kolaborasi berbagai bidang keilmuan.

Menurut panduan tersebut, disebutkan bahwa pengobatan kanker saat ini meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, hingga terapi paliatif, yang bertujuan mempertahankan kualitas hidup pasien.

Baca juga: Penanganan kanker perlu kolaborasi komprehensif

Baca juga: Dokter: Kerja sama penanganan kanker perlu diperluas hingga ke daerah

Melihat kompleksnya pengobatan kanker, Ketua Dewan Pertimbangan Perhompedin Prof. Dr. dr. Arry Harryanto, Sp.PD., KHOM, FINASIM menambahkan, peran dokter yang menguasai fungsi organ tubuh secara sistemik ditambah penguasaan evidence based medicine, komunikasi yang efektif, dan penanganan pasien secara paripurna sangat dibutuhkan.

"Seorang internis baik internis umum, internist fellow oncology (IFO), maupun konsultan hematologi onkologi medik merupakan figur yang sangat penting dalam manajemen kanker," ujar Arry.

"Selain itu, para dokter umum dan calon dokter juga memegang peran penting sebagai ujung tombak penanganan kesehatan. Dengan menguasai prinsip dasar diagnosis dan pengobatan kanker, diharapkan sejawat dokter umum dapat melakukan tatalaksana gawat darurat dan merujuk ke ahli onkologi medik sesuai dengan penyakit yang diderita pasien," sambungnya.

Untuk itu, Perhompedin Jaya konsisten menyelenggarakan ROICAM sejak tahun 2012. Tahun ini, acara tersebut mengusung tema Collaborative Cancer Management: From Primary to Tertiary Health Service dan digelar pada 17 September-2 Oktober 2022 di Hotel Fairmont dan Hotel Borobudur, Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut, para ahli hematologi-onkologi medik yang tergabung dalam Perhompedin berkomitmen untuk membangun jembatan yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu dalam penatalaksanaan kanker di Indonesia. Sejumlah ahli dari dalam dan luar negeri hadir dalam acara tersebut sebagai pembicara yang menyajikan topik-topik terkini dan menarik seputar kanker untuk para peserta.

Sebagai informasi, berdasarkan studi Global Burden of Cancer Study (Globocan) pada 2018 dan 2020, angka kasus baru dan kematian kanker di Indonesia meningkat sekitar 8,8 persen. Bahkan, beban kanker global diperkirakan menjadi 28,4 juta kasus pada tahun 2040, naik 47 persen dari tahun 2020.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan memperkirakan pengobatan kanker sepanjang tahun 2018 mendekati Rp3 triliun, naik 30,43 persen dibandingkan tahun 2016.

Baca juga: Telementoring ECHO diperluas demi tingkatkan tata laksana kanker anak

Baca juga: Peningkatan layanan pengobatan kanker perlu sinergi dan kolaborasi semua pihak

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022