Yogyakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperkirakan praktik politisasi agama untuk mendulang suara pada Pemilu 2024 sudah tidak terlalu signifikan dengan intensitas masih di bawah Pemilu 2019.

"Politisasi agama pada 2024 itu tidak sebesar 2019, paling besar itu (Pilkada DKI) 2017," ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Polisi R. Ahmad Nurwakhid saat ditemui di Museum Pendidikan Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta, Jumat.

Mantan Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri ini meyakini politisasi agama atau eksploitasi agama untuk tujuan politik pada Pemilu 2024 lebih rendah karena indeks potensi radikalisme di Indonesia mengalami penurunan.

Baca juga: BNPT: Politisasi agama bisa picu radikalisme dan terorisme

Ia menyebutkan sepanjang tahun 2020 sampai 2021, indeks potensi radikalisme Indonesia tercatat 12,2 persen atau turun signifikan dibanding 2019 yang mencapai 38,4 persen.

Pada 2017, menurut Nurwakhid, persentase indeks potensi radikalisme lebih tinggi lagi, yakni mencapai 55,2 persen.

"Dengan indeks potensi radikalisme yang turun pada angka 12,2 persen tadi, mudah-mudahan (politisasi agama) bisa terminimalisasi," ujar Nurwakhid.

Baca juga: Majelis agama sepakat tolak politisasi agama pada Pemilu 2024

Menurut Nurwakhid, indeks potensi radikalisme menjadi salah satu indikator untuk melihat potensi politisasi agama pada Pemilu 2024 karena kelompok radikal juga menggunakan sarana politik guna mencapai tujuan.

"Terorisme itu bukan tujuan, terorisme itu hanya salah satu alat strategi atau propaganda untuk mencapai tujuan. Nah, strategi lainnya mereka tidak hanya terorisme, tapi bisa melalui dakwah dan menggunakan dunia politik," katanya.

Meski demikian, Nurwakhid menambahkan bahwa manipulasi agama untuk kepentingan politik pada 2024 diperkirakan masih tetap ada.

Ia mengajak seluruh pihak bersinergi melakukan pencegahan karena politisasi agama bakal memicu polarisasi di tengah masyarakat.

"Politisasi agama akan memunculkan polarisasi di masyarakat, itu yang disebut sebagai fitnah agama, agama yang mengalami distorsi, dimanipulasi dan dipolitisasi. Harapan kami bisa terminimalisasi," ujar Nurwakhid.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022