"memperhatikan konsepsi yang ditawarkan Bung Karno mengenai Pancasila sebagai ideologi perdamaian"
Jakarta (ANTARA) - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengajak masyarakat kembali mengingat konsepsi pidato Presiden pertama RI Soekarno (Bung Karno) yang disampaikan 62 tahun lalu, pada 30 September 1960, di Sidang Majelis Umum PBB.
"Saya mengajak kepada kita semua untuk kembali memperhatikan konsepsi yang ditawarkan Bung Karno mengenai Pancasila sebagai ideologi perdamaian," kata Sekretaris Utama BPIP Adhianti dalam seminar "62 Tahun Pidato Soekarno di Sidang Majelis Umum PBB dan Relevansinya dalam Pembangunan Bangsa-Bangsa" di Jakarta, Jumat.
Setelah 62 tahun berlalu, masyarakat Indonesia khususnya generasi muda harus mengingat pidato Bung Karno berjudul "To Build the World A New" agar dapat melanjutkan perwujudan cita-cita pendiri bangsa, kata Adhianti dalam acara yang digelar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia.
"Sangat fenomenal di Sidang Majelis Umum PBB tahun 1960 dan dianggap dunia internasional yang sangat terbaik pada saat itu," tambahnya.
Dia mengatakan pidato Soekarno itu memiliki arti penting dalam memahami pandangan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila terhadap dunia.
Baca juga: Komisi II DPR setujui anggaran BPIP Rp357 miliar
Pidato Soekarno selama 90 menit itu mengupas soal sistem atau konsep yang dibangun oleh negara-negara barat selama berabad-abad, serta dampaknya pada keberlangsungan dunia, termasuk munculnya isu polarisasi dunia kala itu.
Bung Karno, kata Adhianti, menggunakan kesempatan berpidato di Sidang Majelis Umum PBB untuk melawan konspirasi negara barat yang telah menguasai dunia dan membawa ketidakteraturan negara-negara dengan suasana konflik.
"Oleh karena itu, Pancasila menjadi suatu kebenaran universal yang dapat diterima oleh setiap bangsa di hadapan delegasi bangsa-bangsa," jelasnya.
Konsepsi pidato Soekarno tersebut diperlukan karena setelah 62 tahun berlalu tatanan pemerintahan global dan isu-isu keamanan saat ini pun telah mengalami perubahan, katanya. Masyarakat dunia saat ini tidak hanya dihadapkan pada isu keamanan konvensional berupa ancaman militer.
"Isu-isu keamanan non-konvensional yang jauh lebih luas, seperti isu-isu penyakit menular kita lihat ada SARS, flu burung, HIV/AIDS dan COVID-19, kelaparan, penyakit menular lainnya, peredaran narkotika, dan terorisme. Semua ini menunjukkan bahwa respon cepat dan kolaborasi seluruh masyarakat amat sangat diperlukan," ujar Adhianti.
Baca juga: BPIP apresiasi pembangunan Tugu Kongres Santri Pancasila di Aceh Barat
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022